Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karakter, Apa Itu?

26 Maret 2019   07:54 Diperbarui: 26 Maret 2019   07:55 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mendefenisikan karakter sebagai tabiat atau kelakuan atau akhlak. Karakter berarti sifat-sifat kejiwaan yang membedakan seseorang dengan yang lain.

Konsep tentang membedakan seseorang dengan yang lain inilah yang kemudian menunjuk pada perbedaan setiap pribadi. Pribadi mengacu pada seseorang yang unik pada dirinya sendiri dan sekaligus membedakan dirinya dengan yang lain.

Pribadi disebut berbeda karena melalui cipta (olah budi), rasa (olah rasa) dan karsa (olah kehendak), ia dapat menunjukkan kekhasannya bersama dengan sesamanya, hewan serta tumbuhan.

Maka dapat dibenarkan jika KBBI mendefenisikan karakter sebagai sifat-sifat kejiwaan manusia. Yang dimaksudkan dengan jiwa manusia meliputi unsur-unsurnya yakni akal budi (cipta), kesadaran, rasa (perasaan), kehendak bebas (karsa).

Unsur-unsur di atas hanya dimiliki oleh manusia maka pembicaraan tentang karakter hanya dapat dikenakan kepada manusia, tidak kepada kepada hewan dan tumbuhan.

Samuel Smiles dalam puisinya Law of the Harverst (Hukum Panen) mengatakan demikian : Tanamlah pemikiran, kamu akan menuai tindakan; Tanamlah tindakan, kamu akan menuai kebiasaan; Tanamlah kebiasaan, kamu akan menuai karakter; Tanamlah karakter, kamu akan menuai nasibmu.

Merefleksikan pemikiran di atas, saya ingin mengkonkretkan karakter dalam kehidupan sehari-hari sebagai berikut :

Di dalam rumah dan lingkungan; ia berwajah kebaikan; Di dalam bisnis; ia berwajah kejujuran; Di dalam masyarakat; ia berwajah kesopanan; Di dalam pekerjaan; ia berwajah kecermatan; Di dalam permainan; ia berwajah sportivitas; Terhadap yang beruntun; ia berwajah pemberi selamat; Terhadap yang lemah; ia berwajah penolong; Terhadap yang jahat; ia berwajah bertahan; Terhadap yang kuat; ia berwajah percaya; Terhadap yang menyesal; ia berwajah memaafkan; Dan terhadap Tuhan; ia berwajah beriman, menghormati dan mengasihi. Di dalam konflik; ia berwajah damai. Di dalam kericuhan; ia berwajah tenang. Di dalam pertarungan ide; ia berwajah kritis.

Poin-poin di atas, saya yakin, sebagai seorang manusia pasti pernah mengalami dan melakukannya. Memang tidak ada yang sempurna di dunia ini, tetapi segala upaya yang dilakukan demi kebaikan diri dan kebaikan bersama, merupakan suatu kehormatan besar.

Merenungkan poin-poin di atas, saya teringat akan masa-masa awal ketika saya dipercayakan menjadi kepala dinas. Serginkali saya alami bahwa kematangan mental untuk memipin yang belum memadai, akhirnya menimbulkan berbagai macam persoalan, mulai persoalan relasi, administrasi hingga berbagai kebijakan yang diambil.

Walaupun demikian, tetap saya akui bahwa karakter adalah kekuatan untuk menembusi segala sistem yang tidak benar dan tidak adil. Sebagai seorang figur publik, karakter tidak hanya dihayati secara diam-diam dalam diri, melainkan perlu ditampakkan dalam kehidupan bersama.

Berdasarkan pengalaman saya dalam dunia birokrasi dan dunia legislatif, saya akhirnya memberi suatu simpul sederhana pada karakter. Karakter berarti ada kesesuaian antara mental dan perbuatan. Manusia yang berkarakter, ia yang mewujudkan sesuatu yang baik dari pikirannya, perasaannya, kehendaknya menuju perbuatan nyata.

Perbuatan baik dalam konteks sebagai pemimpin, dalam hal ini ialah memperhatikan nasib rakyat yang dipimpin. Terhadap rakyat yang dipimpin sangatlah dibutuhkan karakter kemanusiaan yang tinggi agar dapat memahami betul apa yang mereka butuhkan demi kesejahteraan bersama.

Untuk memulai suatu perbuatan baik, seseorang perlu menghayati nilai-nilai kebaikan dalam dirinya semisal kejujuran, tanggung jawab, komitmen, disiplin dan nilai-nilai lainnya. Penghayayan nilai-nilai ini penting sebab ada prinsip yang mengatakan bahwa orang yang baik, ia menghasilkan perbuatan baik dari perbendaharaan karakternya. Dengan ini, maka jelas bahwa karakter adalah soal tentang pembiasaan bukan pembawaan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun