Pernyataan Capres Petahana dalam Debat Capres II terkait ratusan ribu hektar lahan yang kini dikuasai oleh Prabowo Subianto, Capres nomor urut 2, terus diperbincangkan.
Menjawab pernyataan Capres Petahana nomor urut 1, Joko Widodo, dalam Debat Capres II itu, Prabowo Subianto, Capres nomor urut 2, membenarkan bahwa lahan itu digunakannya sebagai Hak Guna Usaha (HGU). Prabowo pun menandaskan bahwa untuk negara, dirinya rela mengembalikan semua lahan yang digunakannya itu.
Pernyataan Prabowo ini tentu merupakan suatu sikap komitmen untuk negara, kalau kita kembali pada definisi HGU. Hak Guna Usaha (HGU) berarti hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
Di tengah perbincangan yang hangat tentang lahan yang dikuasai oleh elit politik, Capres Petahana, Joko Widodo dalam momen Konvensi Rakyat, sebagaimana dilansir CNBC Indonesia, menyampaikan pidato politiknya di SICC, Bogor, Jawa Barat, Minggu (24/2/2019).
Dalam pidato politiknya, Capres Petahana itu menegaskan sikap siap sedia dirinya untuk menerima konsesi besar lahan yang ingin dikembalikan oleh elit politik.
"Jadi kalau ada konsesi besar yang ingin dikembalikan ke negara saya tunggu," ucap Jokowi disambut sorak-sorai pendukungnya yang hadir.
Jokowi bahkan sampai tiga kali mengucapkan kalimat serupa, semata-mata untuk menegaskan tantangan itu bukan basa-basi.
"Saya tunggu, saya tunggu sekarang dan akan saya bagikan untuk rakyat kecil! Karena masih banyak rakyat yang membutuhkan."
Pasca pernyataan Jokowi dalam momen konvensi rakyat itu, publik menilai, terkesan pernyataan Capres Petahana itu ditujukan untuk Capres nomor urut 2; Prabowo Subianto.
Penilaian ini boleh-boleh saja, tetapi secara eksplisit, Jokowi dalam pidato politiknya itu, sama sekali tidak menyebutkan siapa tokoh elit yang dimaksudnya.
Walaupun demikian, secara implisit, ada benang merah antara pernyataan Capres Petahana; "Saya tunggu" dalam pidato politik momen konvensi rakyat dan pernyataan Capres nomor urut 2; Prabowo Subianto sebelumnya, dalam Debat Capres II, tentang sikap dirinya yang ingin mengembalikan semua lahan HGUnya untuk negara.
Tentu tidak bermaksud berandai-andai untuk mengatakan korelasi tidak langsung antara pernyataanÂ
"Saya Tunggu" dan "Untuk Negara, Saya Rela kembalikan".
Walaupun Jokowi sebagai Capres, tetapi tugas petahananya sebagai Kepala Negara mesti tetap memperhatikan kebutuhan rakyat.
Problemnya ialah pernyataan "Kembalikan semuanya untuk Negara" dalam Debat Capres II dan "Saya Tunggu" dalam pidato politik Konvensi Rakyat, momennya persis dalam masa kampanye sebagai Capres.
Dalam kacamata perspektif kritis,  frasa "Saya Tunggu" dan "Kembalikan semuanya untuk Negara" merupakan janji-janji yang dipolitisir dengan maksud tidak lain dan tidak  bukan adalah demi mengantongi elektabilitas setiap Capres yang dapat berujung pada meningkatnya frekuensi simpatisan politis.
Menurut hemat saya, Jokowi sebagai Kepala Negara saat ini, tidak perlu menunggu pengembalian konsesi besar lahan dan hendak dibagikannya untuk rakyat kecil.
Pemikiran yang sama pun berlaku untuk Prabowo, bahwa sebenarnya demi Negara, Â dirinya tak perlu menunggu hingga menjadi Capres, baru ia dapat bertindak demikian. Semuanya merupakan strategi politik yang coba dimainkan untuk meraup perhatian publik.
Pada titik ini, muncul suatu model politik baru yakni politik lahan. Saya menyebutnya politik lahan dengan alasan bahwa lahan dijadikan sebagai obyek untuk menarik perhatian publik sebagaimana salah satu arti politik dari aspek komunikatif merupakan sebuah strategi verbal dalam situasi untuk mempengaruhi perhatian publik.
Strategi politik lahan seperti ini, jika tidak disikapi dengan baik oleh rakyat, akan menimbulkan suatu model kekecewaan baru terhadap Prabowo Subianto karena HGUnya atas ratusan ribu hektar lahan, serentak publik dikondisikan  dalam janji untuk menanti dan mendapatkan konsesi lahan.
Fenomen seperti ini perlu dipandang dalam kacamata kritis bahwa terkesan publik digiring secara material seolah-olah lahan yang dikelola dan konsesi yang akan diterima mengganggu seluruhnya roda perputaran kemajuan bangsa tercinta ini.
Sementara konsep tentang pembangunan dan kemajuan bangsa pertama dan utama, bukanlah soal tentang berapa luas lahan melainkan problem tentang berapa jumlah masyarakat yang dapat dijangkau dengan perhatian dan program yang lebih menyeluruh dan secara seutuhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H