Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

"Saya Tunggu" dan "Saya Kembalikan"

7 Maret 2019   02:26 Diperbarui: 7 Maret 2019   02:58 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentu tidak bermaksud berandai-andai untuk mengatakan korelasi tidak langsung antara pernyataan 

"Saya Tunggu" dan "Untuk Negara, Saya Rela kembalikan".

Walaupun Jokowi sebagai Capres, tetapi tugas petahananya sebagai Kepala Negara mesti tetap memperhatikan kebutuhan rakyat.

Problemnya ialah pernyataan "Kembalikan semuanya untuk Negara" dalam Debat Capres II dan "Saya Tunggu" dalam pidato politik Konvensi Rakyat, momennya persis dalam masa kampanye sebagai Capres.

Dalam kacamata perspektif kritis,  frasa "Saya Tunggu" dan "Kembalikan semuanya untuk Negara" merupakan janji-janji yang dipolitisir dengan maksud tidak lain dan tidak  bukan adalah demi mengantongi elektabilitas setiap Capres yang dapat berujung pada meningkatnya frekuensi simpatisan politis.

Menurut hemat saya, Jokowi sebagai Kepala Negara saat ini, tidak perlu menunggu pengembalian konsesi besar lahan dan hendak dibagikannya untuk rakyat kecil.

Pemikiran yang sama pun berlaku untuk Prabowo, bahwa sebenarnya demi Negara,  dirinya tak perlu menunggu hingga menjadi Capres, baru ia dapat bertindak demikian. Semuanya merupakan strategi politik yang coba dimainkan untuk meraup perhatian publik.

Pada titik ini, muncul suatu model politik baru yakni politik lahan. Saya menyebutnya politik lahan dengan alasan bahwa lahan dijadikan sebagai obyek untuk menarik perhatian publik sebagaimana salah satu arti politik dari aspek komunikatif merupakan sebuah strategi verbal dalam situasi untuk mempengaruhi perhatian publik.

Strategi politik lahan seperti ini, jika tidak disikapi dengan baik oleh rakyat, akan menimbulkan suatu model kekecewaan baru terhadap Prabowo Subianto karena HGUnya atas ratusan ribu hektar lahan, serentak publik dikondisikan  dalam janji untuk menanti dan mendapatkan konsesi lahan.

Fenomen seperti ini perlu dipandang dalam kacamata kritis bahwa terkesan publik digiring secara material seolah-olah lahan yang dikelola dan konsesi yang akan diterima mengganggu seluruhnya roda perputaran kemajuan bangsa tercinta ini.

Sementara konsep tentang pembangunan dan kemajuan bangsa pertama dan utama, bukanlah soal tentang berapa luas lahan melainkan problem tentang berapa jumlah masyarakat yang dapat dijangkau dengan perhatian dan program yang lebih menyeluruh dan secara seutuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun