Dari pengalaman ini, muncul suatu nilai bahwa seperti apapun relasinya, martabat manusia (korban) tidak boleh diabaikan begitu saja. Walaupun demikian, terhadap si pelaku, tidak boleh ada tindakan semena-mena terhadapnya. Masih ada jalur hukum yang lebih berwewenang untuk menangani berbagai tindak pidana maupun berbagai kasus pelanggaran martabat manusia. Â Sekilas Perlindungan Terhadap Pelapor
Beberapa waktu lalu (26/10/10), saudara laki-laki saya tersebab miras, ia melukai istrinya dengan parang pada bagian tangan dan belakangnya. Ketika saya ditelpon, saya mengatakan, atas kasus itu, jalur hukum mesti ditempuh. Kasus itu segera dipolisikan. Kasus itu segera dilaporkan. Tidak perlu takut, sebab pihak pelapor tidak bersalah dengan menyampaikan tindak pidana terhadap pihak yang lebih berwewenang.
Saya berusaha memberikan pencerahan kepada saudara-saudari saya untuk memberikan penguatan kepada si pelaku dan si korban. Walaupun demikian, penguatan ini tidak bertendensi untuk membungkam kasus kriminal ini. Â Bahwa usaha damai antar saudara dan keluarga tetap digalakkan tetapi proses hukum, proses perlindungan tetap berjalan. Kepada si korban sekaligus sebagai pelapor, saya menegaskan kepada saudara-saudari saya agar ia tidak dibenci karena sikapnya (melaporkan) melainkan ia harus dilindungi karena usahanya merupakan suatu usaha penegakan martabat dan usaha penegakkan hukum. Terhadap saudara laki-laki saya, saya menasehati agar ia menerima perbuatannya sebagai kesalahan dan siap menerima sanksi hukum atas perbuatannya.
Membangun Kredibilitas dan Integritas LPSK
LPSK adalah lembaga yang bertugas dan berwewenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban.
Di sini, termakhtub suatu tugas luhur bahwa bahwa pengabdian kepada martabat manusia merupakan tugas kita semua. Sebagai generasi muda, saya merefleksikan beberapa nilai di bawah ini, yang sekirangnya dapat membantu LPSK dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya entah secara kelembagaan maupun terhadap setiap pihak yang ditugaskan.
KejujuranÂ
Kejujuran adalah kunci bagi lancarnya proses hukum. Seringkali pihak yang berwewenang dalam menegakkan hukum mengalami kesulitan yang besar karena sikap ketidakjujuran pelaku, saksi, korban dan pelapor. Walaupun demikian, kejujuran LPSK dalam proses peradilan, tetap merupakan jaminan bagi proses lancarnya hukum. Ketika nilai kejujuran mulai lentur, para pelaku, saksi, korban, dan para pelapor akan mudah berkonspirasi bersama LPSK untuk membungkam tindak pidana tertentu.
Murninya Motivasi
Siapapun dia entah para penegak hukum maupun para pejuang kemanusiaan, dalam mempejuangkan keadilan hukum, motivasi murninya dipertaruhkan sebagai kekuatan untuk menghindari berbagai godaan transaksional. Di sini, motivasi yang murni akan melahirkan sikap yang moderat dan strategi yang tepat.
Sikap Kritis
Usaha membongkar tindak pidana, perlindungan terhadap saksi korban dan pelaku menuntut sikap kritis dan selektif. Sikap kritis ini bertujuan untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah demi menghindari para pejuang kemanusiaan dari berbagai godaan material dan jabatan.
Menghindari Mentalitas Pragmatis, Materialis dan Hedonis
Pragmatis berarti memperjuangkan apa yang menguntungkan bagi pribadi. Materialis berarti memperjuangkan sesuatu demi mendapatkan materi (uang dan harta lainnya). Hedonis berarti memperjuangkan sesuatu demi mendapatkan kenikmatan bagi pribadi yang memperjuangkannya.
LPSK sebagai lembaga kemanusiaan, patut menghayati semangat optimis dan nasionalis dalam melakukan perlindungan terhadap saksi dan korban. Seringkali terjadi bahwa para pejuang kemanusiaan akhirnya redup karena berhasil dilumpuhkan komitmennya dengan berbagai tawaran bercorak pragmatis, materialis dan hedonis.
Menghindari Mentalitas Transaksional
Transaksional berarti memperjuangkan sesuatu dengan perhitungan dapat apa atau diberi apa. Ketika mentalitas transaksional merasuk masuk dalam segala perjuangan hukum, hukum akan bercorak transaksional, sebagai akibatnya, kebenaran hukum akan berpaling kepada mereka yang berkuasa dan berduit. Akhirnya, perlindungan terhadap saksi dan korban dibungkam dan para pelaku pun bebas karena tidak ada bukti atau keterangan yang benar adanya.