Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kredibilitas LPSK di Mata Masyarakat

31 Oktober 2018   15:30 Diperbarui: 31 Oktober 2018   15:36 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

**Fr. Yudel Neno, S.Fil**

*Alumnus Fakultas Filsafat Unwira Kupang

 

Pendahuluan

Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki peraturan-peraturan yang mengayomi seluruh warga negara Indonesia. Di sini, hukum tidak sekedar dipahami sebagai sanksi atas mereka yang melakukan pelanggaran melainkan secara lebih luas, hukum mengayomi martabat seluruh warganegara Indonesia termasuk di dalamnya para pelaku tindakan krimininal, para saksi, para saksi ahli, para pelapor dan para korban. Inilah hakekatnya bahwa hukum selalu berarti mengabdi pada kenyamanan martabat manusia Indonesia.

Untuk menegakkan peraturan-peraturan hukum, selain lembaga-lembaga hukum resmi negara, dibentuk juga lembaga-lembaga berkekuatan hukum lainnya, dalam menegakkan hukum dan proses peradilan di negara tercinta ini. Salah satu lembaga mandiri yang telah terbentuk adalah Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau biasa disingkat LPSK. Lembaga ini dibentuk berdasarkan UU Nomor 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Tujuan dibentuknya lembaga ini adalah memberi perlindungan terhadap saksi dan korban. Mengapa demikian? Kita menyaksikan betapa para saksi dan korban sering diancam, diteror atau diintimidasi untuk menghilangkan jejak tindak pidana. Para korban sering diteror untuk tidak mengatakan yang sebenarnya di hadapan para penegak hukum. Para saksi seringkali diteror bahkan dibayar untuk memberikan kesaksian palsu. Para pelapor seringkali diancam untuk kembali mencabut laporan tindak pidana.

Atas berbagai intimidasi dari pihak tertentu terhadap saksi, korban, dan pelapor, proses peradilan seringkali tidak normal berjalan karena ketidakpastian keterangan dari korban, saksi maupun pelapor.  Para penegak hukum (penyelidik, penyidik, kejaksaan, pengadilan), banyak kali mengalami kesulitan dalam proses peradilan karena ketidakcukupan alat bukti atau juga karena rekayasa keterangan dari para saksi dan pelapor. Fenomen ini, disinyalir ada kaitannya dengan kenyamanan saksi, korban dan pelapor seusai memberikan keterangan.

Hemat saya, sebagai generasi muda, tugas perlindungan adalah tugas seluruh masyarakat Indonesia. Saya mendukung penuh peranan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban demi keamanan para saksi, korban dan pelapor sebagai pintu masuk untuk terungkapnya kebenaran tindak pidana dalam proses peradilan di negara tercinta ini.

Sekilas Perlindungan Terhadap Saksi
Tahun 2015, ketika saya masih menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Filsafat Unwira Kupang, dalam mitra kerja bersama para mahasiswa, kami mengundang seorang saksi sekaligus sebagai pelapor tindak pidana human trafficking. Dalam pertemuan akademik itu, si saksi (pelapor) itu, membeberkan sejumlah data akurat terkait dengan  pihak-pihak yang terlibat dalam permainan human trafficking. Atas sikap ini, kami dukung dengan berbagai kajian akademik melalui media-media entah online maupun media cetak. Waktu itu, kami melakukan aksi besar-besaran agar pihak pelapor mesti dilindungi untuk membongkar tindak pidana terhadap martabat kemanusiaan ini. Berbagai penguatan dan catatan-catatan moderat kami anjurkan agar si pelapor tidak terkontaminasi dan tidak takut dengan berbagai ancaman.  

Sekilas Perlindungan Terhadap Korban
Beberapa waktu lalu, seorang saudari saya diperkosa oleh pamannya. Karena alasan masih ada hubungan darah atau kekeluargaan, korban dipaksa oleh pihak tertentu untuk membungkam kasus ini. Ketika saya ditelpon oleh seorang saudara, dengan tegas saya mengambil sikap untuk mem-polisi-kan kasus ini. Terhadap si korban, berbagai pendekatan psikologis berupa penguatan dan nasihat kami lakukan. Terhadap si pelaku pun, berbagai penguatan kami lakukan agar ia terbantu untuk menerima kenyataan (hukuman) atas kesalahan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun