Kamis, 13/9/2018, sebagaimana dilansir KOMPAS.com, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Madrasah dan Pendidikan Keagamaan menjadi RUU inisiatif DPR RI pada rapat Baleg. RUU tersebut diinisiasi oleh Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Selasa, 16/10/2018), sebagaimana dilansir Detiknews.com, DPR menggelar rapat paripurna di gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta. Dalam rapat itu, sebanyak 396 anggota DPR absen. Berdasarkan daftar hadir, 164 dari 560 anggota Dewan meneken daftar hadir. Sebanyak 132 anggota meminta izin.
Rancangan UU ini menuai protes dari berbagai kalangan khususnya kalangan Kristen (Katolik-Protestan) terkait dengan beberapa pasal (pasal 69 dan 70) dalam RUU yang dinilai bakalan menciptakan peluang diskriminatif serentak mempersekusi secara halus melalui UU (kalau berhasil disahkan) karena bertendensi menunjukkan intervensi negara pada urusan-urusan yang terkait dengan hakikat keagamaan yakni aktivitas pelayanan, pewartaan dan peribadahan Gereja.
Sebagai generasi muda, terkhusus sebagai calon pemimpin dalam tubuh Gereja Katolik, dalam terang pemikiran kritis, saya menilai bahwa kedua pasal tersebut bercorak diskriminatif terhadap aktivitas keagamaan agama Kristen dan berpotensial kasuistik atau konflik. Produk seperti ini, sebenarnya menunjukkan bentuk kegagalan DPR sebagai lembaga rakyat dalam memahami ciri khas aktivitas keagamaan agama Kristen. Selain itu juga, hemat saya, kedua pasal ini secara nasionalis, bertentangan dengan semangat konstitusional UUD 1945 khususnya pasal 28E ayat 1 dan 2, 28I ayat 1 dan 2 dan pasal 29.
Thesis Dasar
Kegiatan Pendidikan Agama Nonformal sebagaimana disebutkan dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, pasal 69 ayat 1, yakni Sekolah Minggu, Sekolah Alkitab, Remaja Gereja, Pemuda Gereja, Katekisasi, atau bentuk lain yang sejenis, merupakan bentuk pelayanan, pewartaan dan peribadahan Gereja dan bukan merupakan tambahan atau untuk melengkapi melainkan sebagai kegiatan inti keagamaan untuk memperdalam iman dan membangun persekutuan iman.
Catatan : Dalam kajian ini, yang dimaksudkan dengan istilah kegiatan-kegiatan keagamaan adalah kegiatan-kegiatan sebagaimana disebutkan sebelumnya.
Titik Tolak Konstitusional
Saya menyertakan rumusan UUD 1945 (amandemen IV), pasal 28E, 28I dan pasal 29, sebagai berikut : Â
Pasal 28EÂ
1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkanya, serta berhak kembali.