Terima SK TOP
 Tahun 2015 tepatnya bulan Mei (maaf saya lupa tanggal), saya bersama 10 rekan Frater menerima Surat Keputusan (SK) dari Uskup Atambua (Mgr. Dr. Dominikus Saku, Pr), untuk menjalankan masa Praktek Tahun Orientasi Pastoral (TOP) di Keuskupan Atambua. Jangka waktu masa TOP adalah 2015-2017.
Waktu itu, saya bersama rekan saya; Fr. Yogar Fallo, diberi kepercayaan oleh Uskup Atambua untuk menjalankan masa TOP di SMK Katolik St. Pius X Insana-Kefamenanu-TTU atau lazimnya dikenal dengan nama SMK Bitauni.
Bangganya bukan main, selain karena masa TOP adalah masa yang indah, lebih dari itu di tempat TOP kami, adapun salah satu penghuninya adalah Uskup Emiritus Keuskupan Atambua yakni Mgr. Anton Pain Ratu, SVD.
Tiba di SMK Bitauni
 Sejak tiba di SMK Bitauni (11/07/2015), salah satu pergumulan kami adalah bagaimana caranya mendekati Uskup kelahiran 02 Januari 1929 ini.
Saya masih ingat persis, sejak tiba, tepatnya santap malam bersama, Mgr. Anton dengan gaya khas kelakarnya mengatakan," Kami di sini, kalau ada orang baru, biasanya perkenalan dulu, karena ada pepatah; tak dikenal maka tak disayang," pungkas Mgr.
Seperti biasanya, kami pun perkenalkan diri. Seusai itu, karena asal kampung saya, dari Manlea (Fatuknutuk), Mgr. Anton mulai bercerita tentang siapa itu sosok alm. Mgr. Dr. Benyamin Bria, Pr. (Uskup Denpasar). Â Lalu saya pun dengan spontan mengatakan kalau kami masih memiliki hubungan keluarga.
Enam bulan berjalan, banyak tugas tugas kami laksanakan. Adapula banyak soal yang membutuhkan kerohanian dan kekuatan bathin yang khusus. Jujur, kehadiran Uskup Emiritus asal Adonara (Kampung Lamawolo) ini, sangat membantu kami. Kami akui, banyak kelakar, nasehat, catatan kritis dan teguran-tegurannya sangat berharga bagi kami.
Sekilas Tentang Mgr. Anton
 Nama: Anton Pain Ratu
Tempat/Lahir: Lamawolo, 02 Januari 1929
Paroki : Tanah Boleng, Keuskupan Larantuka, Flores
 Sekilas Tentang Tahbisan
Beliau ditahbiskan menjadi Diakon pada tahun 1957 (maaf saya lupa tempat, tanggal, waktu dan uskup pentahbis). Pada tanggal 15/01/1958, beliau ditahbiskan menjadi menjadi imam di Nita-Maumere oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD, dengan motto tahbisan  "Ecce Venio."  "Ecce Venio" . Sungguh Aku datang (Ibr. 10:7); untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku. Atau Tuhan, ini Aku. Selanjutnya dapat dikatakan "Aku datang untuk mentaati kehendak-Mu". Pada tanggal 21-09-1982, beliau ditahbiskan menjadi Uskup oleh Mgr. Theodorus van den Tillaart (Uskup Atambua), dengan motto "Maranata" (1Kor. 16:2).Â
Seturut bahasa Alkitab: "Siapa yang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah ia. Maranata (lh. Alkitab)! Bahasa Jerusalem Bible : "Jika seorang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah ia! "Maranatha : terkutuklah (kata Aramaic)". Bisa jug aberarti lain sebagai berikut : " Maranatha" : Tuhan tengah datang. Bisa juga dibaca sebagai berikut : Marana tha : Tuhan datanglah!
Sekilas Pengalaman Mgr. Anton
- Pada bulan April 1972-Oktober 1979; beliau menjadi Regional/Provinsial SVD Timor, Ketua Yaperna Kabupaten TTU.
- Pada bulan Oktober 1979-Mei 1982; beliau menjadi Anggota Dewan Pimpinan Umum SVD (Dewan Jenderal), berdomisili di Roma.
- Pada tanggal 01/02/2005; beliau resmi mendirikan Tarekat Religius Putri Maranata, yang kini berkarya di Keuskupan Atambua.
Sekilas Bersama Mgr. Anton di Kampung Halamannya
Momen terindah yang saya tidak lupa adalah saya berkesempatan berlibur bersama Mgr. Anton Pain Ratu, SVD di kampung halamannya yakni Lamawolo-Adonara Timur. Waktu itu, tepat tanggal 31 Desember 2016 saya tiba di kampung halamannya Mgr. Anton.
Saya tiba di sana waktu itu, saya mendapatkan semua keluarga Mgr. Anton sedang bekerja mempersiapkan perayaan ulang tahun Mgr. Anton, setiap tanggal 02 Januari. Mgr. Anton mulai memperkenalkan saya kepada semua keluarganya dengan gaya kelakarnya.
Malam itu juga, Mgr. Anton meminta saya untuk meminta ibadat tutup tahun 2015. Salah satu kebiasaan yang menarik seusai ibadat adalah pembakaran kalender kerja desa tahun 2015 dan peluncur kalender kerja desa tahun 2016.
Kemudian atas inisiatif saya, tanggal 1, saya menyusun panduan misa untuk perayaan ulang tahun ke-87 Mgr. Anton yang dirayakan di kapela Lamawolo (maaf saya lupa nama pelindung) dan resepsi bersama di rumah orang tuanya Mgr. Anton. Saya masih ingat tema waktu itu adalah Hidup Yang Lebih Berdaya guna.
Tepat tanggal 02 Januari, kami pun merayakan misa syukur ulang tahun Mgr. Anton. Seusai misa, waktu itu, saya bersama seorang adik (salah satu siswa SMK Bitauni) namanya Simao, kami mendampingi Mgr. Anton dan diiringi dengan tarian budaya untuk memasuki tenda sukacita.Â
Perayaan berjalan penuh sorak-sorai diiringi tandak sole oha dan lia namang. Â Saya pun ikut menari beberapa kali. Sempat hadir juga pada waktu itu, Bapak Anton Bele dan Rm. Frans Amanue.
Saya masih ingat, dalam sambutan mewakili keluarga oleh Bapak Anton Doni (salah satu ponaan Mgr. Anton) mengatakan bahwa mereka mengharapkan kalau boleh Mgr. Anton kembali ke kampung halaman untuk menghabiskan masa tuanya di kampung halaman sendiri. Tiba gilirannya Mgr. Anton, yang menarik beliau mengatakan bahwa saya memang dilahirkan di sini, tetapi sejak tahun 1958 saya sudah jatuh cinta untuk tanah Timor karena itu saya sudah jadi orang Timor. Perayaan syukur ini berlangsung penuh sorak-sorai. Cukup dulu di sini...
Petikan Berharga dari Hidup dan Pengalaman Mgr. Anton Pain Ratu, SVD
Selama dua tahun menjalankan masa praktek, bersama Fr. Yogar, kami banyak belajar dari Mgr. Anton. Beliau adalah orang yang perhatian akan hal-hal kecil. Beliau adalah orang yang to the point. Beliau adalah orang yang sederhana.Â
Pola hidup beliau sangat teratur mulai dari bangun tidur hingga kembali istrahat malam. Untuk mengetahui keberadaan beliau di ruangannya, cukup dengan melihat cahaya lampu. Di mana cahaya lampu dalam kamar yang menyala pasti beliau ada di situ. Belaui tidak biasa menghidupkan lampu kalau dia tidak ada di tempat itu. Beliau juga masih sangat rajin olahraga; jalan sore.
Setiap kali hendak makan siang, secara bergantian, saya atau Fr. Yogar, selalu memanggil beliau dengan sapaan khas, " Bai Uskup, mari kita makan". Biasanya kalau beliau tidak jawab berarti dia lagi di kamar mandi. Â Â
Beliau memiliki hidup rohani  yang sangat baik. Beliau adalah orang yang sangat disiplin. Suaranya seraknya, kalau saat ibadat malam, jujur membuat hati kami menjadi tenang.
Lalu beliau melanjutkan, saya tidak tahu spiritualitas kamu, anak muda zaman sekarang tetapi saya (Mgr. Anton), sejak dulu saya memakai spiritualitas Simon dari Kirene; cukup memikul beban sesuai dengan kemampuan kita, selebihnya serahkan kepada Yesus; Sang Mahakuat. Lanjutnya lagi, saya omong ini bukan teori tetapi pengalaman nyata. Â Sekurang-sekurang selama menjadi Uskup Atambua, saya menghayati spiritualitas itu. Â
 Beliau juga adalah orang yang sangat tertib menulis agenda hariannya. Agenda hariannya tersusun rapih pertahun. Mulai dari tahun 1958 hingga sekarang (2018), semuanya masih ada dan tersusun rapih. Kotbah-kotbahnya, sambutan-sambutannya, disusun rapih. Ada yang dalam bahasa Dawan (L), bahasa Lamaholot, bahasa Inggris, bahasa Jerman dan bahasa Belanda. Beliau memiliki kemampuan berbahasa asing misalnya bahasa Belanda, Jerman dan Inggris. Beliau juga telah menyiapkan surat wasiatnya.
Sekali waktu, saya bertanya," Bai Uskup, bagi untuk kami tips umur panjang". Beliau menjawab, "Berpikir positif, jaga pola hidup, dan hayatilah spiritualitas Simon dari Kirene," tandasnya.
Ada begitu banyak pengalaman lain yang tentunya tidak selesai untuk diceritakan.
- Uskup Topi Merah atau Peci Merah : Ada sebuah peci merah yang selalu saja dipakai. Begitu akrabnya beliau dengan umat Keuskupan Atambua yang selalu mengenakan peci merah ketika melakukan kunjungan-kunjungan kegembalaan, akhirnya beliau dijuluki sebagai Uskup Topi Merah. Terdapat beberapa kasus kericuhan yang serius di Keuskupan Atambua, dalam tempo waktu yang diupayakannya (singkat), persoalan-persoalan menjadi tenang karena "Topi Merah turun tangan".
- Uskup Rakyat Kecil; Sebagai Uskup, dalam menjalankan khalwat 3-BER (Berpendidikan-Berpengaruh-Berkedudukan), beliau mendekatkan diri dengan rakyat kecil, membantu mereka untuk menyadari persoalan mereka dan kemudian membantu mereka untuk menemukan solusi sendiri. Selama Khalwat 3-BER, beliau duduk bersama rakyat kecil bahkan di tanah. Mungkin karena di tanah lebih banyak "orang kecil" daripada di atas panggung lebih sedikit "orang kecil."
- Uskup Sendal Jepit; Menunjukkan kesederhanaan beliau. Kesederhanaan dihayati dengan sungguh-sungguh agar dengan itu hanya memiliki Kristus sebagai satu-satunya kekayaan istimewah.
- Uskup Pengungsi; Memberi perhatian dengan semangat solidaritas Kristus serta dengan rasa empati kemanusiaan memperjuangkan nasib para pengungsi entah secara ekonomis maupun secara sosial. Â Â Â Â Â Â
Akhirnya
Hingga sekarang Mgr. Anton masih berdomisili di Pastoran SMK Bitauni. Saya masih ingat persis, sewaktu pamit pulang karena masa TOP telah usai, saya membawa sebuah selendang, selendang itu saya kalungkan kepada beliau sebagai tanda terima kasih saya dan saya pun memohon berkat dari beliau. Jujur waktu itu, saya merasa bangga karena pada momen akhir itu saya diberkati oleh Mgr. Anton.
Kita mendoakan beliau semoga ia tetap sehat, menjadi tokoh panutan bagi kita semua. Memoria ini merupakan hasil dari pengamatan saya dan data-data yang diberikan oleh Mgr. Anton sendiri selama saya masih menjalankan masa praktek di SMK Bitauni.
Ditulis oleh
Fr. Yudel Neno, di Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui Kupang
Rabu, 17 Oktober 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H