**Fr. Yudel Neno, S.Fil**
**Alumnus Fakultas Filsafat Unwira Kupang**
Tinggal di Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui Kupang
Sejak tanggal 21 September 2018, aktivis sekaligus Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno yakni Ratna Sarumpaet menghebohkan netizen dan para partisipan politik. Anggota BPN ini mengaku kalau dirinya dianiaya oleh sekelompok orang yang tidak dikenalinya di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, pada 21 September 2018 malam.
Pengakuan ini tersebar begitu cepat melalui media sosial, secara khusus dapat ditemukan pada akun facebook bernama Swary Utami Dewi yang mengunggah foto Ratna Serumpaet, tangkapan layar WhatsApp pada Selasa (2/10/2018) sekitar pukul 09.00 pagi. Dalam foto itu, muka Ratna tampak bengkak. Matanya tidak bisa membuka lebar. Pada dahinya terlihat kerutan seperti bekas diperban. Swary menulis dalam unggahan fotonya: "Apakah karena berbeda maka seseorang berhak dipukuli? Simpatiku buat Ratna Sarumpaet. Katakan tidak untuk segala bentuk kekerasan. #2019tetapwaras." (Kompas, 04/10/18).
Kabar penganiayaan Ratna inipun ramai-ramai dibenarkan oleh pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Konfirmasi langsung pertama disampaikan oleh politisi Partai Gerindra Rachel Maryam melalui akun Twitter-nya @cumarachel, ia menyebut bahwa kejadian penganiayaan itu benar adanya.
Prabowo Subianto (Calon Presiden nomor urut 2), pada 02/10/18 menggelar konfrensi pers membenarkan penganiayaan itu sembari menuding adanya motif politis dalam penganiayaan Ratna Serumpaet sebagai salah satu anggota Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno. Bahkan Prabowo berjanji untuk bertemu dengan Kapolri demi mengusut tuntas kasus penganiayaan ini. Terkait dengan kabar ini juga, Wakil Ketua DPR, Fadli Zon pun turut bersuara. Fadli Zon sendiri mengunjungi Ratna Serumpaet yang dapat diketahui melalui postingan fotonya bersama Ratna Sarumpaet.
Pada Rabu (3/10/2018) siang, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta mengatakan, polisi telah mendapatkan bukti yang menunjukkan bahwa Ratna menjalani rawat inap di rumah sakit kecantikan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada 21 September. Ratna masuk sejak pukul 17.00 WIB sore. Hal ini tidak sinkron dengan ceritanya yakni Ia mengaku mengalami penganiayaan di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, pada 21 September 2018 malam. Untuk diketahui bahwa Ratna sendiri menceritakan penganiayaan yang dialaminya kepada Fadli Zon dan Prabowo.
Setelah pihak kepolisian berhasil menemukan adanya kejanggalan dan mengungkap penipuan ini, barulah Ratna Serumpaet kembali mengklarifikasi bahwa tidak ada penganiayaan yang dialaminya. Klarifikasi ini pun terjadi setelah Prabowo sendiri melakukan konfrensi pers mengungkapkan penganiayaan Ratna Serumpaet. Atas kasus berantai ini, Ratna Serumpaet, Rachel Maryam, Fadli Zon, Prabowo Subianto terancam dipolisikan karena dituding menyebarkan hoax. Â
Seusai terlanjur seperti ini, bagaimana penilaian netizen dan para partisipan politik terhadap paket Prabowo-Sandiaga Uno? Apakah di balik itu ada tendensi dan kompromi yang sengaja dimainkan secara kasuistik untuk melemahkan elektabilitas pemerintahan sekarang? Tentunya membutuhkan penyelidikan yang lebih mendalam dan serius untuk menjawabi pertanyaan ini.
Menyikapi kasus pembohongan publik ini, hukum perlu berjalan tetapi sebagai masyarakat kritis kasus penipuan seperti ini mendapat penilaiannya tersendiri. Hemat saya, mentalitas seorang aktivis seperti ini tidak layak untuk ditiru. Persoalannya bukan hanya sekali atau baru pertama kali diketahui tetapi bahwa membelokkan fakta atau menipu adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum (moral). Penipuan seperti ini nyatanya telah memancing dan meruncing opini publik dan di satu sisi pula telah menyibukkan pihak kepolisian. Atas tindakan penipuan atau rekayasa fakta seperti ini, Ratna Sarumpaet pantas dipolisikan.