Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menguak Tabir Gelap Generasi Milenial Menjelang Pilpres 2019

11 September 2018   12:56 Diperbarui: 11 September 2018   16:36 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi millenial kini menjadi trending topic dalam hajatan media sosial entah media cetak maupun media online. Term milenial merujuk pada jangka waktu antara tahun 1980-an s/d 2000-an. Orang-orang yang lahir dalam jangka waktu ini mereka disebut sebagai generasi milenial atau generasi Y.  

Generasi milenial beriringan dengan berkembangnya teknologi modern memudahkan akses dalam berbagai bidang entah politik, sosio-ekonomi, religio-kultural maupun  bidang lainnya.

Di sini perkembangan teknologi modern ibarat dua sisi pada mata uang yang sama. Sisi positif berupa hajatan berbagai informasi yang menyokong perkembangan sementara sisi negatif justru melemahkan sikap kritis dan prioritas nilai generasi milenial. 

Kenyataan menunjukkan begitu banyak kebiasaan generasi milenial yang lebih suka terhasut berbagai isu hoax dalam hajatan media sosial entah Facebook, WhatsApp, Twitter dan lainnya.

Di tengah berkembangnya opini publik tentang generasi milenial, adapun situasi khusus yang perlu diwaspadai oleh generasi milenial menjelang tahun politik yakni tahun 2018-2019.

Menjelang suksesi kepemimpinan mulai dari level lokal, regional hingga nasional, analisis pemetaan pemilih atau simpatisan politik menunjuk kuat pada dominannya jumlah pemilih yang berasal dari generasi milenial. Di sini generasi milenial perlu waspada serentak kritis untuk menentukan pemimpin yang tepat.

Patut dicamkan bahwa, memilih pemimpin tidak seperti hajatan euforia media sosial. Memilih merupakan tindakan demokratis karena itu prasyaratnya adalah bersikap kritis. Di sini, bersikap kritis dalam memilih merupakan bentuk pertanggungjawaban intelektual karena itu patut dipedomani oleh generasi milenial di tengah marak dan menariknya euforia isu dalam berbagai bidang kehidupan.

Menjelang suksesi kepemimpinan khususnya suksesi kepemimpinan eksekutif nasional, kita memiliki dua pasang capres-cawapres yakni Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Terhadap dua paket ini, sebagai generasi milenial, kita perlu memahami tipologi pemilih. Ada pemilih rational, tradisional dan transaksional. Tak dapat dipungkiri bahwa tiga tipologi pemilih ini akan tetap ada mengingat beragamnya warga Negara Indonesia dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Sebagai Generasi milenial kita adalah masyarakat pemilih rational. Hanya dengan ratio kita dapat menguak atau membongkar tabir kegelapan dalam bentuk solidnya isu SARA menjelang pilpres 2019.

Di sini, generasi milenial tidak perlu terkecoh dengan berbagai pencitraan penampilan, asumsi muda usia dan gencarnya persekusi yang begitu lancar dan mudah dimainkan sebagai sebuah fakta degradasi demokrasi menjelang pilpres 2019.

Penggunaan akal budi yang tepat, tepat pula dalam menentukan konsentrasi politis menjelang pilpres 2019. Konsentrasi politis generasi milenial yang hanya berdasar pada aksi mengendara motor pada ASIAN GAMES oleh JOKOWI dan mudanya usia Sandiaga Uno justru merupakan sebuah degradasi karena menentukan pemimpin berpatok pada euforia perkembangan isu dan teknologi.

Ketika generasi milenial dihadapkan dengan dua paket capres-cawapres, berkembang berbagai diskusi untuk menganalisis konsentrasi milenial.

Ada yang menunjuk gaya milenial Jokowi dengan mengemukakan dan menampilkan berbagai aksi dan blusukan milenial Jokowi. Adapula  yang mengemukakan konsentrasi milenial berdasar pada mudanya usia Sandiaga Uno yang lebih tepat dan lebih familiar bagi generasi milenial.

Berbagai analisis ini tentu tidak dapat dibendung lagipula dalam kacamata demokrasi menjelang pilpres 2019, dalam arti yang paling tegas, bukanlah tugas generasi milenial untuk membendung berbagai analisis ini. Tugas paling utama bagi generasi milenial adalah mencermati berbagai analisis sosio-politik menggunakan akal budi hingga kelak menentukan pilihan yang tepat. 

Dari antara tipologi pemilih tradisional dan transaksional kita perlu bangkit dan bergerak, menentukan pilihan berdasarkan akal budi. Dengan cara ini kita menjadi pemilih yang rational. Dengan daya rasional, generasi milenial mampu menguak tabir kegelapan yang disodorkan media sosial berupa berbagai isu hoax dan kamuflase para calon pemimpin.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun