Pada tanggal 19 Maret 2018, Paus Fransiskus menandatangani Surat Anjuran Apostoliknya yang ketiga yakni Gaudete et Exultate (Bersukacita dan Bergembiralah). Surat Apostolik ini kemudian dirilis oleh Vatikan pada 9 April 2018.
Dalam Surat Apostolik ini, Bapa Suci Paus Fransiskus merenungkan tentang panggilan menuju kekudusan dalam keseharian hidup di dunia ini. Untuk menjadi orang kudus, tidak perlu menjadi uskup, imam atau kaum religius. Di tengah godaan dunia ini, seringkali kita tergoda untuk berpikir bahwa kekudusan hanya dapat diperoleh bagi mereka yang menarik diri dari urusan biasa dan menghabiskan seluruh waktu untuk berdoa. Paus Fransiskus menegaskan bahwa  kita semua dipanggil untuk hidup kudus melalui perbuatan kasih dan dengan memberikan kesaksian dalam setiap perbuatan yang kita lakukan. (GE, art. 11, 15).
Menurut Paus Fransiskus, kekudusan tumbuh melalui isyarat-isyarat kecil. Seorang ibu yang memilih untuk tidak menyebarkan gosip tentang orang lain, ia sedang mencapai kekudusan. Seorang anak yang duduk dengan penuh kesabaran dan cinta untuk mendengarkan nasihat tentang  harapan dan impiannya meskipun ia lelah, ia sedang mencapai kekudusan karena mendengarkan dengan kesabaran dan cinta (GE, art. 16). Di sini, Paus memperlihatkan bahwa kekudusan sesungguhnya tidak mengingkari energi manusiawi dan tidak membuat kita kurang manusiawi karena kekudusan adalah perjumpaan antara kelemahan dan kekuatan rahmat Allah. Karena itu jangan takut pada kekudusan (GE, art. 32, 34).
Dalam perkembangan kehidupan modern, patut diakui bahwa penekanan yang berlebihan terhadap kebesaran pengetahuan dan teori-teori modern berkonsekuensi pada naifnya isyarat-isyarat kecil atau tidak berartinya perbuatan-perbuatan kecil dalam hidup sehari-hari. Inilah fenomen gnostisisme. Terlalu mengagungkan kebesaran dan kekuatan manusiawi menandakan bahwa orang mulai melepaskan diri dari kekuatan Allah. Di sini, dengan kekuatannya sendiri, manusia justru muncul sebagai sosok yang mudah meremehkan dan menyepelekan segala hal. Pada akhirnya, manusia dikondisikan untuk takut pada kekecilan. Inilah fenomen pelagianisme. Sementara kekudusan justru timbul dari perbuatan-perbuatan kecil yang dilakukan dengan cara-cara luar biasa (GE, art. 17).
Bapa Suci membeberkan dua seteru yang tak kentara dari kekudusan atau dua jenis kekudusan palsu yang kini menjadi fenomenal dalam kehidupan umat manusia zaman modern ini yakni gnostisisme dan pelagianisme. Terhadap dua paham ini, Paus Fransiskus melontarkan catatan kritisnya. Terhadap paham gnostisisme yang mengandalkan pegetahuan semata untuk mencapai kekudusan, Paus menandaskan bahwa kekudusan hanya datang dari Allah dan ukurannya adalah Kristus. Paus menyebut fenomen gnostisisme sebagai "iman murni subyektif" karena pada akhirnya orang-orang seperti ini akan terpenjara oleh pikiran dan perasaan mereka sendiri. Paus juga menegaskan bahwa kesempurnaan seseorang diukur bukan dari banyak informasi atau pengetahuan yang mereka miliki tetapi oleh kedalaman kasih mereka. Terhadap pelagianisme yang mengandalkan kehendak dan kekuatan manusia sendiri, Paus menandaskan bahwa manusia adalah makhluk yang berdosa dan lemah dan karena itu pembenaran dan kekuatan hanya datang dari Allah Sang Kekuatan dan Sang Maha Kuasa (GE, art. 35,36, 37, 45, 47, 49, 52, 54, 57).
Menurut Paus Fransiskus, segala pengetahuan tentang kekudusan itu hanya penting dan berguna sejauh itu dipahami, diajarkan dan dihayati dalam kerangka dan cara Yesus mengajarkan kebenaran. Yesus menjelaskan dengan sangat sederhana bagaimana menjadi kudus ketika Ia memberikan kita Sabda Bahagia (Mat. 5:3-12, Luk. 6:20-23). Dengan demikian, untuk mencapai kekudusan tidak terlepas dari kebiasaan sehari-hari yang melekat erat dengan kemanusiaan manusia.
Mari kita merenungkan dalam hati lima jalan untuk mencapai kekudusan, yang pertama; Kekudusan berarti menjadi diri anda sendiri, yang kedua;Kehidupan sehari-hari dapat mengantar kita pada kekudusan, yang ketiga;Menghindari dua kecemasan utama yakni gnostisisme dan pelagianisme, yang keempat; Bersikap baik, yang kelima; Ucapan bahagia adalah jalan menuju kekudusan. Â Â
Kita semua dipanggil untuk hidup kudus karena itu janganlah takut pada kekudusan sebab kekudusan adalah milik Kristus. Setiap orang kudus adalah sebuah pesan yang diambil dari Roh Kudus dari kekayaan Yesus Kristus dan diberikan kepada umatNya. Di sini, ukuran kekudusan adalah Kristus sendiri (GE, art. 21).
Sama seperti kamu tidak dapat memahami Kristus terpisah dari Kerajaan yang Ia bawa, demikian juga perutusan pribadimu tidak dapat terpisah dari pembangunan kerajaan itu, carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaranNya, yang lainnya akan ditambahkan kepadamu. Pengenalanmu dengan Kristus dan kehendakNya, melibatkan tanggung jawab untuk membangun bersamaNya kerajaan kasih, keadilan dan perdamaian dunia (GE, art. 25).