Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teologi Pembebasan sebagai Sebuah Teologi Keberpihakan

13 Juni 2015   21:19 Diperbarui: 25 Oktober 2018   23:51 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita menemukan ternyata aktifitas pembebasan Yesus terjadi dalam dua konteks, yakni konteks historis oleh Yesus historis dan konteks keselamatan universal oleh Krisuts Iman. Konteks historis adalah pembebasan kaum tertindas dan kaum miskin, konteks universal adalah pembebasan dan keselamatan umat umat manusia universal. Pembebasan ini berpuncak seluruhnya pada peristiwa salib. Perisitwa salib erat kaitannya dengan usaha-usaha historis Yesus. Bahkan peristiwa Salib merupakan konsekuensi dari konspirasi antar para penguasa Yahudi-Romawi. Para penguasa tidak mau dirongrong kenyamanan aktifitas menindas dan memiskinkan.

     Salib merupakan puncak dari seluruh usaha yang telah dimulai dari Yesus historis. Peristiwa salib dalam terang paskah meluaskan keselamatan menjadi universal bagi semua orang, tidak hanya bagi orang-orang Yahudi.

Akhirnya, Kristologi pembebasan menekankan panggilan bagi orang-orang Kristen untuk mengikuti dan meneladani Yesus dalam aktifitas historis-Nya serta aktifitas keselamatan universal-Nya. Sebagai orang Kristen, kita terpanggil senantiasa untuk hidup bebas dan bergembira. Kita terpanggil untuk membawa pembebasan bagi sesama yang menderita kemiskinan dan ketertindasan.

 

2. Aplikasi Dalam Hidup Komunitas

     Kita terpanggil untuk meneladani Yesus dengan mengaktualisasikan pembebasan yang telah dimulai oleh-Nya. Pembebasan dalam konteks hidup bersama sebagai calon imam dalam Lembaga Seminari Tinggi Santo Mikhael, dicatat oleh penulis sebagai berikut :

Fenomen Krisis Panggilan

         Krisis hidup panggilan berarti tidak merasa bahagia sebagai calon imam. Hidup rohani sebagai sumber kekuatan terdalam tidak lagi diperhatikan. Relasi dengan Dia yang memanggil makin renggang karena lebih kuatnya relasi dengan tawaran-tawaran yang lebih menggiurkan. Hidup menjadi sesuatu yang membosankan bukannya menggembirakan. Jika kegembiraan dirasakan itu pun kegembiraan yang tidak banyak membantu, karena berbaur pragmatis, hedonistik dan konsumeristik. Sesuatu menjadi menggembirakan jika berguna sesuai keinginan yang sarat akan kenikmatan-kenikmatan material. Hidup baru mencapai kegembiraan ketika didasarkan pada kuantitas material yang dikonsumsi.

          Hidup tidak membawa pembebasan bagi diri. Yesus menderita untuk membebaskan, membawa kegembiraan dan keselamatan, sementara kita bergembira untuk mencari penderitaan bagi diri. Krisis hidup yang sebenarnya dapat diatasi menjadi sesuatu yang sulit karena tidak memiliki basis kekuatan sebagai Sumber Mahakuat.

Fenomen Sikap Menunda

          Banyak tugas dan kepercayaan yang diberikan, menjadi terbengkalai karena tidak memiliki rencana yang matang dalam hidup setiap hari. Sistem kebut semalam terhadap pengerjaaan tugas, hasilnya tidak maksimal. Hasil yang dicapai tidak lebih dari kungkungan tempurung kemalasan. Aktifitas pribadi tidak dihayati sebagai sebuah aktifitas yang membawa pembebasan bagi diri. Prinsip masih ada waktu begitu kuat sehingga kegembiraan hidup sebagai masa depan hanya dirasakan pada waktu sesaat itu pun tidak mendalam. Kemalasan sering hadir sebagai penyekat bagi kegembiraan komitmen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun