DOMA
Seusai piket menjaga dari Rumah Sakit, nona Rince pulang ke Rumah. Beberapa mobil yang lewat selalu saja penuh. Kali ini ibu Rince tidak tanggung-tanggung, Ia langsung menahan mobil dan menumpang walaupun tiada tempat duduk yang kosong. Semua penumpang dalam mobil itu laki-laki kecuali ibu Rince. Karena kondisinya yang lemah dan capek, ia rela di pangku oleh seorang bapak.
Dalam perjalanan, bapak ini bertanya kepada ibu Rince ;
Ibu kerja di Rumah Sakit ya? Soalnya dari tadi badan ibu bau obat na.
Ibu rince manjawab ; kok, tau?
Setelah itu ibu Rince pun bertanya kepada bapak itu ;
Kalau bapak kerjanya di bengkel ya?
Jawab bapak itu ; kok, tau?
Ibu rince menjawab ; soalnya dari tadi ni, doma bapak naik-turun, naik-turun na.
Ha…ha…ha….ha…ha..
Penulis
Fr. Yudel Fon Neno
STSM, Penfui-Kupang
Dengan status :
Telah ada begitu banyak penulis karena di dorong oleh rasa bosan.
(Fr. Yudel Neno)
Om Pit adalah seorang pedagang ikan asin ternama dengan nama usaha dagangnya : UDITA alias usaha dagang ikan tetap asin. Hampir setiap pasar dia pergi dan ia dikenal sebagai salah satu pedagang berbahasa Dawan tulen. Menyebut namanya orang langsung membayangkan nikmatnya rasa ikan asin ; demikianlah kelakar yang selalu dilontarkan.
Pada suatu hari om Pit pergi menjual ikan di suatu wilayah baru yang nota bene para penduduknya hanya bisa berbahasa Tetun. Om Pit pergi bersama-sama dengan Mundus, putera tunggalnya yang dijuluki sebagai ASPITA alias asisten pemasaran ikan tetap asin.
Banyak orang berbondong-bondong ke arah om pit. Setelah melayani banyak orang, saking pusingnya tiba-tiba om Pit dikejutkan oleh ungkapan seorang ibu ;
(Dalam bahasa Tetun) , om Pit, tu’an mola uit oan ida. bele ka lae (om pit tambah lagi sedikit dulu. bisa ko sonde).
Tetapi karena om Pit tidak mengerti, kebetulan yang ia dengar hanyalah sepotong kata ‘Uit’ yang dalam bahasa Dawan berarti menyebut kemaluanya,
Om Pit dengan suara keras dan berteriak (dalam bahasa Dawan) ;
Hom a mak sa’a? atam ten-ten isin (kau omong bilang apa? Coba kau ulang lagi satu kali?)
Ibu itu mengulangi lagi ; Hae bapa tu’an mola ‘uit’ oan ida sa. (Hae bapak tambah lai sedikit dulu sha)
Karena sudah yang kedua kali, om Pit merasa seperti dipermainkan ia memberi isyarat kepada puteranya ; Mundus hom naghman fe Bikase, te neon ia in han namreuen. (Mundus lu pegang ambil kuda dulu te ini hari dia mau rusak sudah) dengan logat dawanya yang sangat khas.
Om pit bangun dan pukul kasih babak belur mama tua itu.
Fr. Yudelfianus fon neno
Seminari tinggi st. mikhael penfui kupang.
PPKN
(YUDEL NENO)
Pak Lelo seorang guru PPKN ternama. Bukan saja bernama besar tetapi berbadan besar. Untuk level-level guru SD dong, son ada yang makan dia. Kata-kata seperti inilah yang selalu dilontarkan jika kita ingin mencari info seputar pak Lelo.
Kali ini pak Lelo terlambat kesekolah. Kobus dong di kelas foya-foya. Tiba-tiba pak Lelo masuk dengan muka seram. Beliau langsung bertanya siapa tahu apa itu kepanjangan dari PPKN? Tinus menjawab : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Siapa lagi? Melihat Kobus bingung-bingung. Pak lelo langsug menunjuk dia ; Kobus coba kau. Penuh percaya diri Kobus menjawab : PPKN artinya PINANG PUAH KELAPA NOAH. Ya itu yang benar. Kita harus belajar untuk mengartikan yang sulit itu untuk menjadi mudah.
Penulis
Fr. Yudel Fon Neno
STSM, Penfui-Kupang
Dengan status :
Telah ada begitu banyak penulis karena di dorong oleh rasa bosan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H