Usaha mikro, kecil, menengah, atau yang biasa disebut dengan UMKM menjadi salah satu usaha yang memiliki kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian negara secara makro. Kementerian Koperasi dan UKM RI melaporkan bahwa secara jumlah unit, UMKM memiliki pangsa sekitar 99,99% (62.9 juta unit) dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia (2017).
Disamping itu, dengan adanya pandemi seperti sekarang ini memberikan berdampak begitu besar bagi para pelaku usaha, salah satunya UMKM. Tidak sedikit pula para pelaku usaha yang harus gulung tikar karena perekonomian yang bobrok karena pandemi yang sudah setahun lebih di Indonesia. Namun masih ada juga pelaku UMKM yang terus bertahan hingga saat ini meskipun mendapat tekanan dari berbagai sektor. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Paiyem (63), seorang pelaku usaha mikro pembuatan tempe tradisional di Pacitan Jawa Timur. Paiyem mengawali usahanya seorang diri sekitar tahun 2015 untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Paiyem (63) merupakan wanita paruh baya yang tinggal suaminya bernama Satiman (70) di Desa Jatigunung, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Tinggal di rumah yang sederhana seluas 56 meter tidak membuatnya putus asa untuk tetap berwirausaha.
Paiyem bersama suaminya merintis usaha pembuatan tempe tradisional di tempat tinggalnya.
Usaha yang dirintis sejak 5 tahun lalu ini bisa berjalan dan bisa bertahan di saat krisis ekonomi seperti sekarang ini.
Usaha ini dilakukan di rumah seluas 56 meter dengan tungku api di sudut ruangan. Karena pembuatannya yang tradisional dan juga omset penjualan yang tidak begitu besar, maka dari itu tidak ada keinginan Paiyem untuk menyediakan tempat khusus pembuatan tempenya. Cukup dengan dirumahnya sendiri dan bekerja seorang diri, hal tersebut sangat di tekuni Paiyem karena usaha tersebutlah yang menghidupinya selama ini.
Meskipun pembuatannya masih tradisional, tetapi kualitas tempe Piyem tetap terjaga dan tidak kalah dengan pembuatan tempe modern yang menggunakan alat-alat khusus pada pembuatannya.
Pada proses pembuatannya pun tetap terjaga kebersihannya. Hal tersebut semata-mata supaya pembeli tidak kecewa ketika sudah membeli tempe buatannya.
"Usaha ini kira-kira sudah saya lakukan sekitar 5 tahun, dan alhamdulillah hingga saat ini usaha yang saya tekuni masih tetap bertahan. Usaha saya ini saya rintis seorang diri dengan bermodalkan pengalaman saya dulu belajar membuat tempe dengan tetangga saya, namun untuk saat ini tentangga saya sudah berhenti ber usaha karena sudah terlalu tua" ucap Paiyem ketika diwawancarai.
Dari usaha tempe tersebut Paiyem mendapat omset sekitar 1.5 -- 1.8 juta perbulan dengan keuntungan sepertiganya. "alhamdulillah itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga saya dan sisanya bisa saya tabung untuk saya gunakan jika ada keperluan yang mendesak dan juga harus menyisihkan untuk modal membeli kedelai" tutur Paiyem.
Setiap pengolahan tempe biasanya Paiyem mengolah sekitar 8-10 kg kedelai, kemudian sisanya bisa di olah hari berikutnya. Pada penjualan tempenya, Paiyem menyasar kepada toko klontong di sekitar rumah yang memesan tempe kepadanya. Tidak jarang juga konsumen yang datang langsung ke tempat pembuatan untuk membeli.
Usaha yang sudah berjalan 5 tahun ini juga sempat mengalami beberapa kendala, mulai dari naiknya harga bahan pokok, naiknya harga kedelai, dan untuk sekarang ini pandemi Covid 19 menjadi kendala terberat yang harus di hadapi. Bahkan Paiyem sempat ingin menyudahi usahanya karena permasalahan ekonominya. Namun hal tersebut di tentang oleh suaminya, suaminya yakin bahwa permasalahan ini akan segera berlalu dan usahanya dapat di pertahankan.
Namun bagaimanapun juga hal tersebut harus dilakukan supaya usahanya bisa tetap bertahan. Paiyem harus menaikkan harga tempe seiring dengan kenaikan harga kedelai. "Kalau dulu harga tempe hanya Rp 1.500 /batang, karena dulu harga kedelai masih rendah. Namun untuk sekarang ini  karena harga kedelai yang naik, jadi mau tidak mau harga tempe juga harus saya naikkan agar usaha saya tetap berjalan, yang dulu Rp 1.500 sekarang jadi Rp 2.000/batang" ucap Paiyem ketika diwawancarai.
Paiyem mengakui bahwa pandemi Covid 19 memang menjadi permasalahan utamanya pada keberlangsung usahanya. Tetapi mau bagaimanapun juga hal tersebut adalah sesuatu yang tidak dapat di hindari. "Permasalahan pandemi ini memang permasalahan yang dirasakan semua orang. Tetapi kita tidak boleh menyerah dengan keadaan, kuncinya adalah terus berusaha dan jangan putus asa" tutur Paiyem.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H