Dalam era globalisasi ekonomi, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang dikenal sebagai tax treaty telah menjadi instrumen penting. Perjanjian ini, yang telah diterapkan oleh banyak negara di seluruh dunia, bertujuan untuk mencegah pengenaan pajak ganda dan mendorong aliran bebas barang, jasa, modal, dan tenaga kerja. Namun, seperti banyak sistem, tax treaty juga memiliki celah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi tertentu. Praktik ini dikenal sebagai treaty shopping. Treaty shopping telah menjadi perhatian serius dalam diskusi pajak global. Artikel ini akan membahas apa itu treaty shopping, dampaknya terhadap ekonomi global, serta upaya-upaya yang dilakukan oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD) untuk mengatasi masalah ini.
Treaty Shopping merupakan sebuah upaya penyalahgunaan P3B (treaty abuse) karena karena menggunakan pasal-pasal dalam perjanjian penghindaran pajak berganda yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dibuatnya tax treaty, yaitu untuk menghindari pajak berganda dan mencegah terjadinya penghindaran pajak.
Ada beberapa contoh upaya penyalahgunaan P3B, di antaranya, transaksi yang tidak mempunyai substansi ekonomi dilakukan dengan menggunakan struktur/skema sedemikian rupa dengan maksud semata-mata untuk memperoleh manfaat P3B. Contoh lain, transaksi dengan struktur/skema yang format hukumnya (legal form) berbeda dengan substansi ekonomisnya (economic substance) sedemikian rupa dengan maksud semata-mata untuk memperoleh manfaat P3B. Contoh lainnya lagi, penerima manfaat P3B bukan merupakan pemilik yang sebenarnya atas manfaat ekonomis dari suatu transaksi (beneficial owner).
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sebenarnya sudah mengantisipasi terjadinya penyalahgunaan P3B. Yakni melalui Peratura Dirjen Pajak Nomor PER-62/PJ/2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana telah diubah dengan PER-25/PJ/2010. Peraturan tersebut kemudian diganti dengan PER-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
Metode Analisis Wacana Deskriptif (WCD) dan Analisis Wacana Kritis (AWK) dari Paul-Michel Foucault
Metode analisis wacana deskriptif (WCD) dan analisis wacana kritis (AWK) adalah dua pendekatan yang digunakan dalam studi bahasa dan wacana untuk memahami bagaimana bahasa digunakan dalam konteks sosial tertentu. Berikut adalah penjelasan singkat tentang masing-masing metode:
Metode Wacana Deskriptif (WCD)
Metode Wacana Deskriptif berfokus pada deskripsi dan analisis dari penggunaan bahasa dalam teks atau percakapan tertentu tanpa memasukkan banyak interpretasi subjektif. Tujuan utama dari metode ini adalah untuk memberikan gambaran yang jelas dan detail mengenai bentuk, struktur, dan fungsi dari wacana tersebut. Langkah-langkah yang biasa dilakukan dalam WCD meliputi:
- Pengumpulan Data: Mengumpulkan teks atau transkrip percakapan yang akan dianalisis.
- Kategorisasi: Mengkategorikan elemen-elemen bahasa yang muncul, seperti kata-kata, frasa, kalimat, dan struktur naratif.
- Analisis Struktur: Menganalisis bagaimana elemen-elemen bahasa tersebut disusun dan digunakan dalam teks.
- Deskripsi Fungsional: Menguraikan fungsi-fungsi dari elemen-elemen bahasa tersebut dalam konteks sosial tertentu.
Metode ini sangat berguna untuk memahami bagaimana bahasa berfungsi secara umum dalam komunikasi sehari-hari atau dalam jenis teks tertentu.