Mohon tunggu...
Fransiskus Frengki Pareira
Fransiskus Frengki Pareira Mohon Tunggu... Lainnya - NIM : 55522120027, Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional - Pemeriksaan Pajak - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

NIM : 55522120027, Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional - Pemeriksaan Pajak - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mekanisme Perpajakan Pekerja Tetap dan Tidak Tetap

28 Mei 2024   11:54 Diperbarui: 28 Mei 2024   11:59 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perpajakan merupakan salah satu aspek penting dalam sistem ekonomi suatu negara. Pajak yang dipungut dari penghasilan individu, baik yang bekerja secara tetap maupun tidak tetap, merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan.

Definisi pajak menurut beberapa ahli memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang esensi dan karakteristik pajak. Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani (dalam Brotodihardjo, 1993), pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan yang berlaku. Pajak ini tidak memberikan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukkan, melainkan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berkaitan dengan tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.

S. I. Djajadiningrat (dalam Siahaan, 2010) mendefinisikan pajak sebagai kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, atau perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman. Pajak ini dipungut menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah dan dapat dipaksakan, tanpa ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara negara secara umum.

Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung, dan digunakan untuk keperluan negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan karakteristik pajak sebagai berikut:

  • Arus uang (bukan barang) dari rakyat ke kas negara.
  • Pajak dipungut berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan.
  • Tidak ada timbal balik khusus atau kontraprestasi secara langsung yang dapat ditunjukkan.
  • Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran secara umum demi kemakmuran rakyat.

Pajak yang dipungut dari penghasilan individu, baik yang bekerja secara tetap maupun tidak tetap, merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang digunakan untuk pembiayaan berbagai program pembangunan. Pajak ini memiliki peran krusial dalam menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif

Pemajakan atas penghasilan dari hubungan kerja (labour income) memiliki kompleksitas tersendiri dalam sistem perpajakan internasional. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan prinsip yang dianut oleh negara sumber (source country) dan negara domisili (residence country). Artikel ini akan menguraikan konsep pemajakan penghasilan dari hubungan kerja, dengan fokus pada sumber penghasilan, hak pemajakan berdasarkan ketentuan domestik dan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), serta beberapa kasus khusus seperti penghasilan atlet, artis, dan direktur.

Pada dasarnya, penghasilan yang berasal dari hubungan kerja dianggap bersumber di negara di mana pekerjaan itu dilakukan. Prinsip ini mengacu pada konsep "source-based taxation" yang menggarisbawahi bahwa negara di mana aktivitas ekonomi berlangsung memiliki hak untuk memajaki penghasilan yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Misalnya, jika seorang karyawan bekerja di Indonesia, maka penghasilan yang diterima dari pekerjaan tersebut dianggap bersumber dari Indonesia, dan Indonesia berhak untuk memajakinya.

Namun, dalam beberapa kasus tertentu, hak pemajakan atas penghasilan ini juga dapat dikenai pajak di negara domisili jika memenuhi syarat tertentu. Prinsip ini dikenal sebagai "residence-based taxation", di mana negara tempat wajib pajak berdomisili memiliki hak untuk memajaki seluruh penghasilan global yang diperoleh wajib pajak tersebut, tanpa memperhatikan dari mana penghasilan tersebut berasal. Untuk menghindari pemajakan berganda, seringkali terdapat ketentuan khusus dalam P3B yang memberikan keistimewaan atau pengecualian tertentu.

Pemajakan atas penghasilan dari hubungan kerja, baik pekerjaan tetap maupun tidak tetap, merupakan aspek kompleks dalam sistem perpajakan internasional. Konsep ini mengacu pada pengenaan pajak terhadap penghasilan yang diperoleh individu dari pekerjaan yang dilakukan, yang dapat bersifat tetap atau tidak tetap

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Pasal 1 PER 16/PJ/2016 menjelaskan perbedaan antara pegawai tetap dan tidak tetap, terutama dari segi perolehan penghasilan. Pegawai tetap adalah mereka yang menerima penghasilan secara teratur, termasuk pegawai kontrak dengan bayaran tetap, serta anggota dewan komisaris dan pengawas. Sementara itu, pegawai tidak tetap hanya menerima penghasilan saat bekerja, seperti pegawai harian, pekerja lepas, atau tenaga ahli.

Dari perspektif pajak, pegawai tetap dan tidak tetap juga dibedakan. Pegawai tetap, seperti pegawai kontrak atau tetap, dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Biaya jabatan maksimal 5% dari penghasilan bruto, dengan batas Rp 6 juta per tahun, sementara iuran pensiun maksimal 5% dari penghasilan bruto atau Rp 2,4 juta per tahun. PTKP untuk pegawai tetap juga diatur sesuai status dan jumlah tanggungan keluarga.

Pegawai tidak tetap, seperti pekerja harian atau tenaga ahli, dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dikurangi PTKP. Batasan upah harian adalah Rp 450 ribu atau Rp 4,5 juta per bulan. Untuk jenis objek pajak lainnya, seperti distributor MLM atau penjaja barang, dasar pengenaan pajaknya diatur secara berbeda.

Meskipun dasar pengenaan pajak berbeda, tarif pajak untuk PPh 21 tetap sama untuk kedua jenis pegawai. Tarif pajak progresif yang berlaku, sebagaimana diatur dalam UU No. 7 Tahun 2022, mulai dari 5% hingga 35%, tergantung pada Penghasilan Kena Pajak (PKP) tahunan. Bagi pegawai tanpa NPWP, akan dikenakan tambahan tarif sebesar 20%.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Ilustrasi Perhitungan Pajak

Perhitungan Pajak Pegawai Tetap

Ari merupakan seorang pegawai tetap pada PT ABC. Selama tahun 2022 ia memperoleh gaji bruto sebesar Rp 200.000.000. Ari sudah menikah dan memiliki 4 anak. Ari telah memiliki NPWP. Ari harus membayar biaya jabatan dan iuran pensiun sebesar 5%. Berapa PPh 21 yang dikenakan?

berikut adalah perhitungan PPh 21 setahun dan per bulan:

  1. Penghasilan Neto Setahun = Penghasilan Bruto Setahun - Jumlah Pengurang = Rp 200.000.000 - (Rp 6.000.000 + Rp 2.400.000) = Rp 191.600.000
  2. Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun = Penghasilan Neto Setahun - PTKP = Rp 191.600.000 - Rp 72.000.000 = Rp 119.600.000
  3. Perhitungan PPh 21 Setahun:
    • 5% dari Rp 60.000.000 (tarif 5% untuk PKP hingga Rp 60 juta) = Rp 3.000.000
    • 15% dari sisa PKP (Rp 119.600.000 - Rp 60.000.000) = Rp 8.940.000
    • Jumlah PPh 21 Setahun = Rp 3.000.000 + Rp 8.940.000 = Rp 11.940.000
  4. Perhitungan PPh 21 Sebulan:
    • PPh 21 Setahun dibagi 12 bulan = Rp 11.940.000 / 12 = Rp 995.000

Jadi, PPh 21 yang harus dibayar setiap bulannya adalah Rp 995.000.

Perhitungan Pajak Pegawai Tidak Tetap

Bima belum menikah dan bekerja sebagai buruh harian. Bima memiliki NPWP. Bima bekerja selama 20 hari dengan menerima upah harian sebesar Rp 445.000. Berapa PPh 21 yang dikenakan?

Untuk perhitungan PPh 21 pada pegawai tidak tetap seperti Bima, berikut adalah perhitungan yang dilakukan:

  1. Hari ke-10: Total upah s/d hari ke-10 belum melebihi batas upah harian yang dikenakan PPh 21.
  2. Hari ke-11: Total upah s/d hari ke-11 melebihi batas upah harian yang dikenakan PPh 21.
    • Upah s/d hari ke-11 = 11 x Rp 445.000 = Rp 4.895.000
    • PTKP sebenarnya = 11 x (Rp 54.000.000/360) = Rp 1.650.000
    • PKP s/d hari ke-11 = Rp 4.895.000 - Rp 1.650.000 = Rp 3.245.000
    • PPh 21 terutang = 5% x Rp 3.245.000 = Rp 162.250
    • Upah yang diterima di hari ke-11 setelah dipotong PPh 21 = Rp 445.000 - Rp 162.250 = Rp 282.750
  3. Hari ke-12 dan seterusnya: Perhitungan PPh 21 yang harus dipotong pada hari ke-12 hingga ke hari-hari berikutnya sampai hari ke-20.
    • Upah sehari = Rp 445.000
    • PTKP sebenarnya = Rp 150.000
    • PKP s/d hari ke-11 = Rp 295.000
    • PPh 21 terutang = 5% x Rp 295.000 = Rp 14.750
    • Upah yang diterima setelah dipotong PPh 21 = Rp 445.000 - Rp 14.750 = Rp 430.250

Jadi, PPh 21 yang dipotong adalah Rp 14.750 per hari mulai dari hari ke-12 s/d hari ke-20. Sehingga, pada hari ke-12 dan hari-hari berikutnya sampai hari ke-20, Bima menerima upah sebesar Rp 430.250.

Refrensi

Halim, A., Rangga Bawono, I., & Dara, A. (Eds.). (2020). Perpajakan: Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus (Edisi 3). Penerbit Salemba Empat.

Srinadi, N. P. D. (2019, 25 Oktober). Perbedaan Pegawai Tetap dan Tidak Tetap Dalam Perpajakan. Diakses dari Pajakku.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun