Mohon tunggu...
Fransiskus Frengki Pareira
Fransiskus Frengki Pareira Mohon Tunggu... Lainnya - NIM : 55522120027, Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional - Pemeriksaan Pajak - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

NIM : 55522120027, Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional - Pemeriksaan Pajak - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mutual Agreement Procedure

7 Mei 2024   13:43 Diperbarui: 7 Mei 2024   14:09 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prosedur Penyelesaian Sengketa (MAP) dianggap memiliki kelemahan yang signifikan, terutama dalam pembatasan hak wajib pajak yang dianggap tidak masuk akal dan membatasi akses serta transparansi. Meskipun ruang lingkup hambatan MAP meliputi akses, arbitrase, transparansi, dan keterlibatan wajib pajak, masih terdapat banyak kendala dan proses negosiasi dengan otoritas pajak seringkali memakan waktu dan biaya yang tidak proporsional dengan hasil yang diperoleh.

Banyak penyelesaian sengketa koreksi Transfer Pricing melalui MAP tidak mencapai mutual agreement. dalam  arti berapa yang menghasilkan persetujuan bersama yang dapat menyelesaikan sengketa pajak berganda.

Perlu diketahui bahwa, terdapat berbagai macam outcome MAP berdasarkan data outcomes MAP yang diperoleh dari data Internal DJP, yaitu: (a.) Denied MAP Access, yaitu permohonan MAP ditolak; (b.) Objection is not justified, yaitu permohonan MAP tidak termasuk hal yang seharusnya dipersengketakan melalui MAP; (c.) Withdrawn by taxpayer, yaitu permohonan MAP ditarik kembali oleh wajib pajak; (d.) Unilateral relief granted, yaitu tercapai kesepakatan unilateral; (e.) Resolved via domestic remedy, telah terselesaikan melalui jalur domestik; (f.) Agreement fully eliminating double taxation/fully resolving taxation not in accordance with tax treaty, yaitu tercapainya kesepakatan untuk mengeliminasi pajak berganda secara penuh sesuai dengan tax treaty; (g.) Agreement partially eliminating double taxation/partially resolving taxation not in accordance with tax treaty, yaitu tercapainya kesepakatan untuk mengeliminasi sebagian pajak berganda sesuai dengan tax treaty; (h.) Agreement that there is no double taxation in accordance with tax treaty, yaitu kesepakatan bahwa tidak ada sengketa pemajakan berganda pada permohonan yang diajukan berdasarkan tax treaty; (i.) No agreement including agreement to disagree, yaitu tidak tercapainya kesepakatan, termasuk kesepakatan untuk tidak sepakat; dan (j.) Any other outcome.

Meskipun banyak yang mengajukan sengketa melalui MAP, tidak semua dapat diselesaikan karena beberapa faktor. Pertama, jangka waktu yang lama dan batasan proses dalam pengajuan MAP dapat menjadi kendala. Batas waktu penyampaian permohonan adalah tiga tahun sejak surat ketetapan pajak dikeluarkan, tanggal bukti pembayaran, pemotongan atau pemungutan PPh, dan sejak perlakuan perpajakan yang dianggap tidak sesuai dilakukan. Jika melebihi batas waktu tersebut, permohonan MAP tidak akan diterima. Proses yang memakan waktu lama dapat menambah beban bagi wajib pajak, seperti bertambahnya biaya konsultan.

Kedua, SDM yang kompeten dan berpengalaman diperlukan dalam proses MAP. Hambatan dapat terjadi jika hasil pemeriksaan dari pemeriksa pajak kurang berkualitas, yang menjadi hambatan dalam proses penyelesaian atau negosiasi. DJP perlu meningkatkan kualitas SDM, baik yang memahami konsep perpajakan internasional maupun yang menjadi negosiator dalam perundingan MAP.

Ketiga, penggunaan teknologi informasi yang belum maksimal juga menjadi hambatan. Diperlukan sistem informasi yang mampu mengolah data perpajakan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mengawasi transaksi wajib pajak dan dapat diintegrasikan dengan pihak negara dan institusi luar negeri terkait.

Keempat, perbedaan sistem dan prosedur dari negara mitra juga dapat menjadi hambatan. Pengalaman negara mitra dalam penyelesaian MAP dan pengalaman sebelumnya dalam penyelesaian MAP dengan Indonesia juga memengaruhi proses negosiasi.

Kelima, komunikasi dan bahasa yang berbeda juga dapat menghambat proses penyelesaian sengketa melalui MAP. Pemahaman bahasa yang berbeda dapat menjadi hambatan.

Keenam, kerja sama antara wajib pajak dan DJP terhalang oleh keinginan masing-masing pihak untuk tidak mau melakukan transparansi. Hal ini terutama terjadi pada wajib pajak yang enggan melakukan full disclosure.

Ketujuh, ketidakpastian mengenai kesepakatan dalam proses MAP juga menjadi hambatan. Proses yang lama dan kompleks menyebabkan ketidakpastian.

Keseluruhan, kompleksitas regulasi yang menyebabkan ketidakpahaman wajib pajak terhadap prosedur penyelesaian melalui MAP juga menjadi kendala. Persyaratan yang rumit membuat proses MAP sulit dipahami dan diakses oleh wajib pajak, sehingga mereka harus memahami hukum pajak internasional atau menggunakan konsultan pajak, yang menimbulkan biaya tambaha

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun