Mohon tunggu...
Freyja571
Freyja571 Mohon Tunggu... Arsitek, Dosen, Peneliti, Urbanist -

Mahasiswa Phd dalam bidang Architecture & Urbanism, praktisi arsitektur / Urban

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Valentine, Antara Nasehat, Generalisasi hingga Hinaan

15 Februari 2015   18:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:08 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Valentine day sebetulnya bukan hari raya keagamaan, melainkan lebih ke budaya populer. Akhir - akhir ini, menjelang tanggal 14 Februari hampir selalu diwarnai perdebatan. Perdebatan yang hampir sama dengan polemik mengenai ucapan selamat Natal. Menarik sekali mengamati opini masyarakat mengenai hal ini. Hal yang sebelumnya tidak menjadi masalah beberapa tahun yang lalu.

Ada beberapa versi yang konon merupakan dasar perayaan hari Valentine / hari Kasih Sayang. Versi pertama, ialah karena Kaisar Romawi, yaitu Claudius II melarang tentara nya menikah. Sehingga St. Valentine dan St. Marius menentang peraturan tersebut, dan nekad menikahkan para tentara dengan kekasihnya. Akhirnya kedua Santo tersebut dihukum mati. Mereka berkorban demi kasih sayang. Versi yang lain menyatakan bahwa tanggal 14 Februari adalah hari raya untuk memperingati Dewi Juno, Dewi Juno adalah ratu dari segala dewa dan dewi, orang-orang Romawi kuno juga meyakini bahwa Dewi Juno adalah dewi bagi kaum perempuan dan perkawinan ?Dewi cinta. Terlepas dari versi mana yang benar, namun Perayaan Valentine ini sudah menjadi budaya populer.

Apakah saat ini ada yang merayakan Valentine dengan hal - hal yang tidak baik? Tentu saja ada. Ketika orang merendahkan makna cinta / kasih hanya sebatas seks, maka mereka akan merayakan hari kasih sayang ini dengan seks. Tapi apakah benar semua orang  yang merayakan Valentine hanya memaknainya demikian? Tentunya tidak. Bahkan hingga saat ini, banyak orang yang mengungkapkan kasih sayang pada hari Valentine pada orang - orang yang dikasihi nya. Seperti orang tua, saudara, sahabat. Ada memang yang tetap menjadikan momen Valentine day sebagai momen spesial dengan kekasih. Tapi mereka merayakannya dengan makan malam bersama, bertukar coklat atau bunga. Beberapa gereja dan organisasi pemuda dan remaja, merayakan Valentine dengan mengadakan seminar mengenai Kasih, bahkan mereka mengundang para orang tua untuk ikut hadir. Ada pula yang mengorganisir makan malam spesial antara remaja dengan orang tua nya. Ada pula yang membagi - bagi coklat bagi teman - temannya. Hal - hal yang betul - betul jauh dari generalisasi Valentine = pergaulan bebas.

Apakah mengasihi orang - orang hanya perlu dilakukan pada tanggal 14 Februari? Tentu nya tidak. Tapi sama juga dengan kita memiliki hari Ibu. Hal tersebut tidak berarti kita menyayangi dan mungkin memberikan bingkisan pada Ibu kita hanya pada tanggal 22 Desember.

Terkait dengan perayaan Valentine di Indonesia. Bisa dimaklumi dan dipahami kalau ada yang menentang. Alasan bahwa perayaan ini bukan lah budaya Indonesia, bisa diterima. Atau alasan bahwa hal itu bertentangan dengan agama juga HARUS DIHORMATI! Banyak pihak yang MENASEHATI muda - mudi yang seagama dengan nya untuk tidak ikut merayakan hari Valentine. Apalagi ada sejarah bahwa perayaan itu konon terkait dengan dewa - dewi bangsa Romawi. Sehingga hal itu bisa dimengerti.

Tapi dengan adanya pelarangan, seakan - akan hal ini membenarkan bahwa hari Valentine hanya berkaitan dengan pergaulan bebas. Harusnya aturan pelarangannya diperjelas. Yang tidak boleh perayaan yang macam apa? Toh ada yang merayakan Valentine dengan cara yang positif. Pelarangan ini juga memicu nasehat di medsos yang lebih bernuansa hinaan bagi pihak yang merayakan hari Kasih sayang. Kemarin, sempat lihat ada meme bertuliskan "Valentine day adalah tradisi orang yang miskin kasih sayang". Wah, apapula ini? Kok menghina tradisi orang? Apakah yang ngomong begitu punya budaya yang paling mulia sedunia? Ketika ada golongan yang merasa dirinya super, paling baik se dunia, maka tinggal ditunggu saja kehancurannya.

Hal yang lain adalah mengenai paket coklat dan kondom. Penemuan paket coklat dan kondom di Surabaya tidak bisa jadi alasan untuk menggeneralisasi bahwa hadiah Valentine pasti coklat dan kondom, yang artinya merayakan Valentine layak dikutuk karena pasti berbuat maksiat. Lagi pula, merayakan Valentine juga bisa dilakukan dengan suami atau istri sah, yang artinya sudah halal. Parah sekali kalau hal ini dijadikan status medsos, eh... maksud saya dijadikan nasehat supaya rekan - rekan nya tidak merayakan hari Kasih sayang. Berilah nasehat dengan cara yang baik. Lebih parah lagi bilamana sang pemberi nasehat itu diketahui kelakuannya minus. Misalnya kalau pacaran bertindak macam - macam. Orang yang tahu, bukannya termotivasi untuk tidak merayakan Valentine day, tapi malah jadi heran. Karena perbuatan berteriak lebih kencang daripada perkataan.

Intinya, ada yang perlu diperbaiki dalam menyikapi hari kasih sayang. Menasehati, melarang dengan alasan yang tepat seperti akidah agama boleh - boleh saja. Tapi mohon jangan digeneralisir atau bahkan melontarkan hinaan pada pihak - pihak yang punya tradisi hari Valentine itu. Mohon dilihat juga, bahwa banyak pihak merayakan hari kasih sayang ini dengan cara yang positif. Mengingat yang namanya kasih tidak terbatas hanya cinta pada lawan jenis, tapi juga berlaku bagi keluarga, teman, hingga hewan. Toh. masih lebih baik merayakan hari kasih sayang daripada merayakan kebencian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun