Mohon tunggu...
Siska Novianti
Siska Novianti Mohon Tunggu... -

Lahir di jawa barat, kuliah di jogjakarta,tinggal menetap di bali.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerita hidup kami

29 Oktober 2015   10:06 Diperbarui: 29 Oktober 2015   10:17 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

               

Hal yang bakal gue ceritain merupakan gambaran cerita dari kejadian yang gue dan teman-teman gue alamin, dan coba diceritakan dari sudut pandang sendiri, dengan mengambil sisi orang pertama.

Cerita ini bukan certa teladan, tapi kalau ada yang bisa dipelajari, pelajarilah, karena dengan berbagi dan saling belajar, hidup kita akan lebih banyak cerita.

Kami dulu tinggal di dekat sebuah kampung nelayan yang cukup terkenal di Jaw barat, kami berasal dari beberapa latar belakang keluarga yang berbeda, ada yang dari keluarga PNS, keluarga petani, keluarga pedagang dan lain sebagainya. Namun kami bersekolah di sekolah yang sama, karena cuma itu satu-satu nya sekolah negeri di tempat kami. Kami berempat saling mengenal dekat satu sama lain karena kesamaan sifat. Kami cukup populer di sekolah, (lumayan) pintar,(lumayan) menarik, dan keluarga kami masing-masing memiliki tempat tersendiri di mata masyarakat.

Gue Maya, Ibu gue seorang pendidik, Ayah gue seorang sopir, gue punya adik cowok yang berbeda enam tahun dari gue. Teman gue Nina, Ibunya seorang pendidik juga, dan Ayah nya seorang pengusaha kayu. Dewi, Ibu nya seorang perawat di Ibukota dan Ayah nya seorang pekerja kantoran biasa ( sebenarnya dua nama teman gue yang terakhir, gue ga tau latar belakang keluarga nya yang sebenarnya, dan menurut gue itu bukan urusan gue, yang penting kami berteman dan tidak saling merugikan ) dan Dewi tinggal di rumah neneknya di kampung tempat gue tinggal. Silvia, Ibunya (juga) seorang perawat di Ibukota ( soal Ayah nya gue ga tau dan ga mau tahu, karena bukan urusan gue ).

Diantara kami berempat cuma Dewi yang lumayan menonjol. Karena dia putih, mungil dan berpenampilan menarik, walau untuk ukuran akademis, gue masih bisa berbangga hati dengan selalu masuk di 5 besar. Nina terhitung anak yang pintar, berperawakan hitam manis dan tinggi rata-rata, dengan nilai akademis bersaing dengan gue. Silvia, agak pendiam dan manis dengan mata yang sipit dan mempunyai gigi gingsul yang membuatnya terkadang malu-malu untuk tertawa. Gue..orang bilang gue manis kalau mau lebih menonjolkan sifat feminim gue. Orang bilang juga gue galak, malah terkesan sadis dengan mata gue yang selalu memandang dengan 'jereng' ke orang lain.

Kami melewati masa sekolah menengah pertama dengan penuh kegilaan kami. Disitu kami pertama kali mengenal hal-hal yang seharusnya tidak kami ketahui. Di masa itulah, kami mulai mengenal dan mecoba-coba rokok, minuman keras dan lain-lain. Semua hal itu kami kenal dari lingkungan pergaulan yang kami dapat di terminal. Mungkin terdengar aneh, kenapa terminal??? Ya, terminal, lokasi kami yang jauh dari tempat hiburan dan pusat perbelanjaan, menjadikan kami harus 'kreatif' mencari hiburan,kami mencari tempat dimana orang-orang berkumpul, dan dengan sifat kami yang selalu ingin tahu, dan muka ndablek kami ditambah dengan penampilan kami, cukup mudah bagi kami untuk maasuk ke lingkungan itu. Disaat kami mulai mengenal hal-hal tersebut, kami merasa 'bangga' dan merasa 'keren'.

Namun biarpun kami sudah 'agak' melanggar batas kami, namun untuk bidang akademis, kami masih tetap bertahan. Dan itu menjadikan kami tetap punya nama dan muka di sekolah dan teman-teman. tentu saja semua kami lakukan diluar sepengetahuan keluarga kami masinh-masing.

Tibalah saat kami meninggalkan sekolah menengah pertama untuk melanjutkan ke sekolah menengah atas. Kami mulai berpencar mengikuti pilihan masing-masing. Gue memilih melanjutkan ke sekolah menengah atas di kampung sebelah yang menurut gue lebih menantang, karena gue tahu teman-teman gue di sekolah menengah pertama lebih memilih untuk melanjutkan di sekolah menengah atas di kampung. Nina memilih melanjutkan ke kota dan memilih sekolah kejuruan, karena dia berminat untuk melanjutkan ke sekolah bahasa. Dewi dan Silvia memilih pindah dan melanjutkan ke Ibukota, ke tempat orangtuanya, sejauh yang gue tahu melanjutkan ke sekolah perawat.

Selama masa 3 tahun menempuh pendidikan di sekolah menengah atas, hubungan gue dengan teman-teman agak tersendat, karena euforia masa-masa remaja dan puber yang sangat menyita waktu, hanya dengan Nina lah gue tetap komunikasi dengan lumayan lancar. Dan dimasa itulah kami benar-benar merasakan namanya hidup.

Gue yang bersekolah di daerah wisata, sangat akrab dan mudah untuk mendapatkan barang-barang haram. Untuk mendapatkan sejumput 'daun surga' sangatlah mudah.Dengan hanya Rp.15.000 gue bsa mendapatkannya. Tidak terhitung berapa kali gue mengkonsumsi disaat sekolah, ataupun bersama pasangan gue. Hubungan gue dengan teman-teman gue hampir bisa dibilang putus. Kami sibuk dengan dunia baru kami. Hingga diakhir masa sekolah gue merasakan sesuatu terjadi. Gue hamil. Ya...gue hamil gara-gara 'kepintaran' gue dalam menjaga badan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun