Mohon tunggu...
Free_Wily
Free_Wily Mohon Tunggu... Administrasi - Pria berumur 26 Tahun

Simplicity

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesona Narcissus dalam Diri Kita

8 Oktober 2019   23:05 Diperbarui: 8 Oktober 2019   23:23 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cita-cita menjadi hal yang penuh misteri bagi setiap insan manusia. Kondisi awal dari penentuan cita-cita itu sendiri bisa menjadi salah satu penyebab mengapa kita memilih cita-cita tersebut. 

Manusia tentu dilahirkan dengan kondisi yang berbeda-beda. Ada manusia yang terlahir  di sebuah rumah kontrakan sempit di bilangan Pejaten, ada manusia yang terlahir di kamar Kelas I Rumah Sakit mewah di bilangan Pondok Indah, bahkan ada manusia yang terlahir di penjara. 

Tuhan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam langkah kehidupan, tentu mempunyai alasan tersendiri mengapa memberikan suatu kondisi terhadap seseorang.  

Biarlah Tuhan menyimpan jawabannya. Manusia sebagai pelaksana hanya dapat mengikuti segala Perintah Nya dan menjauhi segala Larangan Nya. Begitu kata Pak Ustadz. 

Seorang Guru pernah berkata bahwa hidup seseorang sangat ditentukan oleh kondisi lingkungannya. Tan Malaka pernah berkata bahwa "Revolusi lahir dari kondisi kondisi tertentu". 

Kondisi kempat dimana seseorang tinggal dapat mempengaruhi pandangan hidupnya. Lingkungan tersebutlah yang menjadi tonggak awal penentuan cita cita seseorang. 

Seberapa tinggi perjuangan seseorang sangat dipengaruhi oleh seberapa besar ambisi orang tersebut untuk meraih cita cita yang dia inginkan. 

Seorang yang bercita-cita menjadi musisi rela membiarkan jarinya menjadi kapalan hanya untuk belajar kunci gitar, seorang yang ingin menjadi pelukis rela menghabiskan waktu berjam -jam di depan kertas kanvas untuk mencari inspirasi karyanya. 

Semua itu dilakukan untuk memenuhi cita-citanya, tak peduli seberapa dalam jari teriris oleh senar dan berapa banyak kertas kanvas yang dihabiskan. Pengorbanan akan terbayar dengan hasil yang diinginkan. 

Perjalanan meraih cita cita bagaikan jalan tol yang tentunya dengan hambatan bukan jalan tol yang bebas hambatan. Ujian akan datang dari berbagai sisi. Tempaan mental yang bernama masalah itu akan selalu menjadi momok menakutkan bagi semua insan manusia. 

Seperti dalam sebuah permainan, manusia akan menghadapi masalah dalam perjalanan menuju cita-citanya. Tidak semua manusia bisa mengatasi masalah tersebut, ada manusia yang "kalah" dan ada yang "menang". 

Dengan tolak ukur apakah manusia akan menaklukan permasalahan yang ada di dalam dirinya? Permasalahan yang timbul di dalam perjalanan kita meraih cita-cita dalah sebuah personifikasi dari pemikiran manusia itu sendiri. Tuhan tidak akan memberikan hambaNya masalah diluar kemampuan hambaNya. 

Solusi dari permasalahan yang menimpa diri kita, adalah refleksi dari diri kita masing-masing. Pada sebuah peristiwa ada seorang dari diri kita yang melihat diri kita sendiri. Cerminan diri kita tersebut seolah menjadi pengingat akan perjuangan untuk meraih cita-cita. 

Semakin besar permasalahan yang didapat, maka semakin kuat orang tersebut untuk menyelesaikan permasalahannya. Ukuran permasalahan setiap adalah hal yang tidak bisa diukur, relatif, absurd dan bahkan gamblang. 

Tanpa mengabaikan presisi dan akurasi, setiap orang pasti mempunyai solusi atas permasalahan yang dihadapi. Itu karena ada bagian dari diri orang tersebut di dalam permasalahan yang dihadapinya. 

Suatu ketika, Tokoh Mitologi Yunani yang bernama Narcissus. Konon diceritakan bahwa Narcisuss memiliki wajah yang sangat tampan. Pemuda tampan tersebut lalu mengunjungi sebuah sungai. 

Pada suatu ketika Dewi Ekho yang juga sedang mengunjungi sungai tersebut, jatuh cinta kepada Narcissos. Akan tetapi, Narcisoss menolak cinta Ekho dan Ekho yang mengalami kesedihan dan gundah gulana yang sangat dalam lalu berdoa kepada dewi Nemesis. 

Sang Dewi lalu mengutuk Narcisuss agar jatuh cinta kepada bayangannya sendiri. Narcisoss melihat pantulan dirinya sendiri pada air sungai. Pemuda tersebut tidak ingin beranjak dari tepi sungai dengan melihat bayangannya. 

Sampai pada akhirnya Narcisoss jatuh ke sungai tersebut. Sejak itulah orang yang mengagumi dirinya sendiri dinamakan Narsis. Penulis tidak akan menyambungkan tragedi Yunani tersebut dengan permasalahan yang ada di dalam diri Kita. Akan tetapi, Pesona Narcisuss akan selalu ada dalam diri kita untuk meraih cita-cita. 

Apa yang kita tuju seolah menjadi sebuah romantisme ketampanan dalam diri kita sendiri. Pemikiran akan bayang bayang kesuksesan selalu terbayang dalam buaian tak tertulis. Secara tak langsung cita-cita adalah bentuk kenarsisan diri kita. 

Hal tersebut bukanlah hal yang salah. Penulis akan mengakatakan bahwa hal tersebut adalah hal yang sangat manusiawi. Akan tetapi, dalam menghadapi permasalahan dalam diri kita, yang harus kita ingat adalah ada diri kita pada setiap peristiwa. 

Dengan berdoa dan kesabaran serta rendah hati, Pasti kita akan dapat mengatasi permasalahan tersebut agar tidak terjebur dengan ego sendiri seperti Narcissus.

Penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun