Saya beberapa kali mengalami kondisi kayak begini:
Saya bermobil di jalanan yang relatif sepi namun relatif sempit/enggak terlalu lebar dan lumayan berdebu (di pinggir aspalnya), Ada motor di belakang saya.
Saya berjalan menepi biar motornya nyalip dan neggak terkena debu yang membuar karena tergaruk tapak ban. Namun si motor setia mengikuti saya.
Saya menurunkan kecepatan dengan harapan motor mendahului saya, eh dia juga malah ikutan menurunkan kecepatan.
Hingga akhirnya saya sein kiri, barulah si motor celingukan melihat depan yang sepi, dan sejurus kemudian mendahului saya.
***
Bukan sekali saja saya mengalami kejadian seperti ini.
Tebakan subyektif saya: itu motor latah berkendara di belakang saya, dan enggak terlalui hirau lagi sigap mengamati kondisi lalu-lintas jalanan.
Saya beranggapan, meskipun saya enggak sein kiri sebagai penanda dia aman mendahului, karena situasi dan medannya sangat memungkinkan bagi itu motor untuk menyalip, seharusnya itu motor bisa mendahului saya dengan bebas dan aman. Jika dia sigap dan senantiasa awas dengan situasi jalan dan kondii lalu-lintas.
Beda dengan truk yang kndisinya kasuistis. Saking besar badannya, truk akan memberikan tanda sein kiri saat dia aman didahului atau tanda sein kanan saat di enggak aman untuk didahului.
***
Bercermin dari kondisi beberapa pengendara motor yang -maaf- saya bahasakan "latah" di belakang saya itu, sebenarnya ini menunjukkan betapa mirisnya kondisi pengendara jalan raya di lalu-lintas kita.
Masih banyak pengendara yang kurang abai (aware) dan tidak kontinyu berkonsentrasi dengan situasi jalanan.
Apalagi pas di tikungan/belokan, di edalaman Kediri sini sangat jamak poll sekali, bahkan bisa dibilang pasti, semua motor yang belok kanan akan mepet kanan. Terutama di jalan perkampungan/bukan jalan raya utama. Bahkan seringkali kita yang harus mengalah karena ruas kita dikooptasi oleh pemotor yang belok kanan.
Padahal di ruas jalan itu pasti ada garis, entah garis marka atau garis virtual, yang membagi ruas jalan menjadi dua. Sebelah kiri (karena kita setir kanan/lajur kiri) adalah ruas kita, dan sebelah kanan adalah ruas milik pengendara dari arah berlawanan.
Sayangnya, hal esensial seperti ini hingga hari ini enggak pernah dijadikan perhatian serius untuk diatasi oleh kepolisian atau pihak berwenang/pemerintah.
Ini menyangkut dua hal sekaligus: teknis ketrampilan & keahlian berkendara (skill) dan mentalitas si pengendara. Ujung/akibat yang bisa jadi kroban dari semua fenomena (kekacauan mengemudi) ini adalah: ((tidak) terjaganya) nyawa kita.
IMHO CMIIW.
- Freema Bapakne Rahman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI