Yang diperlukan pasar pada kenyataannya adalah mobil yang irit, bukan yang nyaman. Mungkin karena fisik orang Indonesia kuat-kuat. Sehingga duduk dengan posisi "paha menggantung" pun enak-enak saja rasanya.
Kata orang, kenyamanan itu cuman masalah rasa dan bagaimana kita menerimanya.
Dan bagi saya: mobil ndhak nyaman bagi saya namanya ya tetep aja mobil ndhak nyaman. Bikin pinggang dan punggung mau patah rasanya. Ndhak ada istilah ndhak nyaman itu berubah jadi nyaman hanya karena persepsi (baca: stimulasi dan pengelabuan otak oleh hiburan dari diri sendiri).
Ini bukan karena kami tidak bersyukur. Ini cuman ngomong fakta. Ndhak bersyukur itu kalo saya ndhak mau dan menolak mentah-mentah naik mobil yang ndhak nyaman. Wong pada kenyataannya, dominan jam jalan saya juga di atas motor skutik 110cc atau mobil bersuspensi belakang leaf-spring koq!
Dan terakhir kalo kata orang kenyamanan itu mahal, bagi kami justru berbalik telak: kenyamanan ternyata malah itu murah meriah. Cuman separoh bahkan sepertiga bahkan seperempat harganya dari ketidaknyamanan. :P :D
Tidak penting apa merk dan tipe mobil yang saya uraikan di atas. Yang jelas itu semua ada di barisan kendaraan keluarga (besar) kami, dan kami udah menaiki semuanya pada perjalanan yang lumayan panjang yang cukup buat menemukan perbedaan (rasa) masing-masing. Kami hanya ingin mencoba menguraikan komparasi teknisnya secara deskriptif saja, bukan secara definitif.
Sekali lagi, ini tentang mobil (yang ada di keluarga) kami. Bukan ngomongin mobil Anda.
-- FHW,
punggung & pinggang vs bensin & perawatan.
11032017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H