Isu kebudayaan di lingkungan kerja semakin berkembang di abad ke-21 ini. Banyak HRD memiliki sentimen ras, ketika melakukan perekrutan calon tenaga kerja.
Silogisme tersebut, tidak mengindikasikan bahwasannya semua HRD yang ada di setiap perusahaan itu memiliki hasrat dan kebencian ras, ketika menjaring atau merekrut calon tenaga kerja baru. Akan tetapi, perbandingannya, mungkin 2:100
Tentunya, ada berbagai faktor yang melatarbelakangi keputusan dari seorang HRD.
Terlepas dari ragam kepentingan, salah satu isu Kebudayaan yang paling sensitif adalah adanya tendensi pemilihan ras di balik keputusan HRD, terkait lulus dan tidaknya seorang calon pelamar kerja.
Jika tindakan perekrut/personalia/HRD masih mementingkan pemilihan ras, tentunya persoalan ini berpotensi untuk menggagalkan misi dari Bhinneka Tunggal Ika.
Indonesia adalah negara besar, termasuk kekayaan sumber daya manusianya.
Ketika seorang pelamar kerja mengirimkan lamarannya entah via luring maupun daring, mereka pun tidak tahu, kepada siapakah mereka nantinya diwawancarai.
Bulan lalu, ketika saya mengikuti interview tahap 2 di salah satu Perusahaan Outsourcing yang berada di Jalan Panjang Raya, Kebun Jeruk, Jakarta Barat, saya kaget dengan pernyataan dari pewawancara, karena ia mengaitkan ras dengan bidang pekerjaan yang nantinya saya kerjakan, apabila dinyatakan lulus.
"Terkait dengan bidang pekerjaan ini, kamunya tidak cocok! Karena kamu berasal dari Timur Indonesia," ujarnya.
Saya yang memilih untuk tidak mempersoalkan stigma buruk terhadap karakter dan dialek warga Indonesia Timur, sejenak diam dan tidak menanggapi pernyataan dari tim perekrut.
Mungkin benar adanya, logat atau dialek ketika saya berbicara itu masih terbawa dengan Ketimuran Indonesia.
Akan tetapi, alangkah baiknya, tim perekrut yang sejatinya memiliki pengetahuan dan wawasan cukup, seharusnya memilah diksi yang tepat, ketika menyampaikan pesan penolakan.
Saya pun yakin, tim perekrut ini pastinya sudah banyak menyakiti ras yang lainnya.
Ketika dalam perjalanan pulang di tengah kemacetan lalu lintas Jakarta Barat, saya pun menerbangkan pikiran saya menuju zaman pembasmian ras Yahudi dalam pemerintahan Hitler di Jerman.
Jika Hitler waktu itu bergairah untuk menghilangkan ras Yahudi di setiap kamp tahanan, saat ini di Indonesia, terlebih perekrut di perusahaan Outsourcing di atas, berusaha untuk menghilangkan ras Indonesia Timur dari perusahaan di mana ia bekerja.
Sejatinya tindakan dari perekrut tersebut sangat inkonsistensi dengan nilai-nilai Pancasila.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, Indonesia adalah negara yang dianugerahi Tuhan dengan kekayaan alam dan manusianya.
Kekayaan alam dan sumber daya manusia datang dari lintas budaya, ras, agama, ideologi dan kepentingan.
Kendati demikian, kita tetap satu dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.
Untuk itu, sekiranya isu kebudayan, terutama tendensi sukuisme di lingkungan kerja, menjadi perhatian bersama kita seluruh warga Indonesia.
Agar makna dan semangat Pancasila benar-benar mengaliri perjalanan hidup setiap warga Indonesia, bukan hanya sebatas slogan. Namun menjadi virus perpecahan lintas ras, budaya, agama dan kepentingan apapun, hanya karena kurangnya pemahaman mengenai pentingnya perbedaan di kehidupan sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H