Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Hubungan Etika Nicomachea Aristoteles dan Pancasila Sebagai Sistem Etika

10 Juli 2024   13:00 Diperbarui: 10 Juli 2024   13:02 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: Dosen Komunikasi Universitas Siber Asia dalam pandangan Etika Nicomachea dan Pancasila sebagai sistem etika. Sumber ig@himakomunsia


Sikap William pun berubah, yang awalnya sangat respek dengan Bagas, kemudian berubah menjadi acuh tak acuh dengan kehadiran Bagas.


Bagas pun berusaha untuk mencerna, termasuk merenungkan sikapnya kepada William. Singkat cerita, keduanya pun memilih untuk saling menjaga jarak.


Setahun kemudian, William dan Bagas dipertemukan oleh mesin waktu, tepatnya dalam seminar Etika Nicomachea di Auditorium gedung Kampus Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang.
Sengitnya perdebatan dari keduanya, memicu animo atau perhatian rekan-rekan mahasiswa lainnya. Karena William dan Bagas menggunakan 'Argumen Ad Hominem (metode diskusi ilmiah yang berusaha untuk menyerang pribadi lawan, di luar topik pembahasannya).


Dosen Filsafat Politik yang saat itu menyimak jalannya perdebatan William dan Bagas pun angkat bicara dan akhirnya menghentikan kesesatan berpikir (logical Fallacy) keduanya.


Meskipun di dalam hati, kedua mantan sahabat tersebut, sejatinya belum puas dengan tuding menuding dalam seminar.
Hingga pada fase tertentu, William dan Bagas memilih untuk berdamai. Karena bagaimana pun, keduanya adalah mahasiswa dari satu kampus, selain keduanya juga merupakan warga Indonesia yang menjunjung tinggi semangat Bhineka Tunggal Ika.
Kesalahpahaman yang sudah berlalu, mereka melihatnya sebagai bahan permenungan sekaligus sebagai pengalaman untuk menjalani kehidupan yang lebih dewasa.


Belajar dari kasus William dan Bagas, sebagai warga negara Indonesia, terlebih mahasiswa Universitas Siber Asia yang datang dari berbagai suku bangsa, termasuk kebudayaannya. Kita pun seharusnya melihat perbedaan itu sebagai peluang untuk melatih tingkat kepekaan, melatih sense of being/rasa keberadaan, sense of belonging/rasa memiliki, sense of culture/rasa kebudayaan, sense of religion/rasa penghargaan dalam setiap kepercayaan, dan berbagai hal yang bermuara pada harmonisasi kehidupan.

Discalimer: Artikel ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila di Universitas Siber Asia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun