Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mudik itu Perihal Rindu, tapi Bagaimana dengan Rindunya Perantau yang Pulkam, Namun Tidak Ada Orangtua?

4 April 2024   10:47 Diperbarui: 4 April 2024   11:12 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tahun kita merayakan momen liburan bersama dengan keluarga di kampung halaman. Akan tetapi, kerinduan itu bagaikan kepingan kaca, terutama bagi mereka yang sudah lama kehilangan orangtua.

Memang, segala sesuatu di bawah langit pasti ada waktu dan massanya. Itulah teologi Kristen (Katolik dan Protestan).

Demikian pula, aliran kepercayaan lainnya, tentu saja memiliki filosofi semakna.

Meskipun berbeda kalimat, namun semuanya bermuara pada kerinduan.

Kerinduan perantau akan termanifestasi pada kehadiran orang tuanya di kampung halaman.

Lain kisah dan pemaknaan bagi perantau yang sudah lama kehilangan orang tuanya. Entah karena peristiwa kematian, bencana alam, dan berbagai faktor sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya.

Mereka (para perantau) akan lebih senang mudik ke kampung halamannya, bila kedua orang tuanya masih ada.

Karena cinta dan kerinduan yang sudah lama terpisah oleh jarak dan waktu, akhirnya dipersatukan dengan momen libur lebaran.

Sayangnya, liburan mudik perantau yang sudah tidak memiliki orang tua lagi, sama halnya menikmati makanan di pinggir pantai atau Padang Savana dengan desiran angin sepoi-sepoi, tapi tidak pernah merasakan momen tersebut, alias hambar 

Berjuta warna kerinduan, kian tersebar di penjuru dunia. Karena mudik lebaran kian mendekati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun