Jadi, jalan satu-satunya adalah menggunakan politik DEMAGOG. Di mana, mereka (politikus senior) menggunakan suara rakyat kecil untuk melakukan demostrasi besar-besaran, guna menggagalkan calon pemimpin muda.
Contohnya: sejak MK memutuskan Gibran Rakabuming Raka untuk ikut dalam cawapres 2024, ruang publik pun heboh.Â
Demonstrasi besar-besaran setiap pekan hampir ada di jalanan Istana Merdeka dan sekitarnya.
Akibatnya, di sana sini terjadi kemacetan. Lalu, muncullah kaum sofis (Istilah dalam Filsafat Yunani Kuno) yang merujuk pada ahli atau pakar menjual ilmu pengetahuan demi keuntungan kantong pribadi beserta koloninya.
Lebih sadisnya, menyerang pemerintah melalui ragam gimik untuk mencari ketenaran sendiri sebagai pahlawan.
Bagaimana situasi ruang publik dengan kerincuhan saat jelang pilpres 2024?
Kacau! Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan psikologis, sosial, budaya, ekonomi, dan bidang kehidupan lainnya.
Bagimana tidak, pasca terjadinya demostrasi besar-besar soal keputusan MK terkait persyaratan capres dan cawapres 2024, keadaan ekonomi negara di permukaan terasa baik-baik saja. Itu pun berlaku bagi kelas menengah ke atas.
Tapi, bagi rakyat kecil, susahnya bukan main, loh! Membaca sudut pandang dari kaca mata rakyat marjinal, tentunya kita akan tahu dampak dari kultus politik bangsa Indonesia saat ini.
Rasa-rasanya perekonomian rakyat kecil makin hari makin memprihatinkan. Di mana, segala barang kebutuhan pokok naik, dsb.
Lalu, solusi yang seperti apakah ditawarkan penulis untuk meminimalisir kegaduahan ruang publik jelang pilpres 2024?