Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Antara Sensasi dan Eksistensi dari Kebijakan Sekolah Pagi di NTT

4 Maret 2023   21:05 Diperbarui: 4 Maret 2023   21:10 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ruang publik di Provinsi Nusa Tenggara Timur hingga saat ini masih gaduh. Akibat dari kebijakan gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat atau yang akrab dikenal VBL, terkait siswa-siswi di dua sekolah unggulan harus memulai aktivitas belajar pada pukul 05.00 pagi WITA.

Dua sekolah unggulan yang ditetapkan gubernur VBL adalah SMA 1 dan SMA 6 Kupang.

Membaca fenomena ini, saya teringat akan kontroversi dari dua pemikir atau filsuf besar asal negeri romantis Prancis, yakni; filsuf Albert Camus dan Jean - Paul Sartre.

"Aku berpikir, karena aku ada" kata Sartre. Sebaliknya, Albert Camun berkata, "Aku memberontak, karena aku ada."

Tentu saja, pemikiran dari kedua filsuf ini berakar pada Rene Descartes, yakni; Cogito Ergo Sum' yang berarti 'Aku berpikir, maka aku ada.'

Dalam konteks yang terjadi di NTT, meminjam istilah Sartre, saya melihat gubernur VBL mengatakan,"Aku menerapkan kebijakan ini, karena untuk kebaikan masa depan sumber daya manusia NTT."

Sebaliknya, saya melihat kelompok kontra mengatakan,"kami memberontak, karena kebijakan tersebut terlihat ganjil dan sudah pasti tidak akan efektif."

Demikian pemikiran liar saya. Mohon maaf, bila saya lancang.

Namun, terlepas dari problematika di atas, sejatinya di sini saya bukan termasuk kelompok pro ataupun kontra terkait kebijakan tersebut.

Melainkan saya memposisikan diri saya sebagai kelompok netral, ya bisa mirip-mirip lah dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas, aktif, dan bertanggung jawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun