Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Creator Tafenpah

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demi Mendapatkan Pengakuan, Apa Kita Harus Mengubah Kebiasaan Budaya Kita?

23 Januari 2023   12:12 Diperbarui: 23 Januari 2023   12:27 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungan sekitar.

Untuk mendapatkan hal demikian, kita rela mengubah apa pun yang ada dalam diri kita, termasuk kebiasaan-kebiasaan masa kecil kita, terlebih kebudayaan kita sendiri.

Tendensi ini terkadang membawa kita pada pengingkaran akan jati diri kita sendiri.

Karena rasa nyaman itu ada, bila kehadiran kita diterima baik oleh semua orang.

Namun, untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungan sekitar, kita tidak perlu mengubah kebiasaan budaya kita kok.

Gambar Tafenpah.com
Gambar Tafenpah.com

Percuma! Kita sudah berjuang semaksimal mungkin untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain, tapi kita mengorbankan perasaan kita, termasuk leluhur kita.

Mengapa budaya tertentu selalu diidentikkan dengan premanisme?

Istilah preman merujuk pada tindakan seseorang yang bernuansa kekerasan.

Sebagai pendekatan kontekstual, tahun 2019 ketika saya menginjakkan kaki di kota metropolitan Jakarta, saya dihadapkan pada stigmatisasi.

Stigmatisasi seputar kebudayaan orang NTT yang dikenal sebagai preman. Padahal, tidak semua orang NTT itu preman!

Jika semua orang NTT adalah preman. Saya berasal dari NTT. Jadi, saya termasuk preman juga.

Silogisme ini juga berlaku bagi pembaca budiman yang datang dari berbagai etnis kebudayaan.

Catatan kritis di sini adalah orang NTT memang berwatak keras, tapi lebih baik kita masuk dan mengenalinya, sebelum melabeli mereka.

Karena setiap kebudayaan selalu ada yang berwatak demikian.

Karena pada dasarnya dalam diri kita ini ada sifat kebinatangan yang sewaktu-waktu bisa menjadi musuh bagi kehadiran orang lain.

Pentingnya Pembelajaran Komunikasi Budaya

Foto; Tafenpah.com
Foto; Tafenpah.com

Tujuan dari komunikasi budaya adalah memudahkan relasi kita dengan orang yang berbeda dari kita.

Selain itu, untuk menghindari geger budaya.

Nah, mereka yang sukanya menstigmatisasi budaya tertentu adalah pribadi yang jarang bersosialisasi. 

Selain mereka jarang membaca materi-materi kebudayaan. Makanya, di dalam dirinya itu selalu berprasangka buruk terhadap kebudayaan tertentu.

Hal yang tak dipungkiri juga adalah pribadi-pribadi tersebut dipengaruhi oleh lingkungan di mana mereka tempati.

Lingkungan yang baik akan membawa kebaikan. Sebaliknya, lingkungan yang kurang baik, selalu membawa kesialan dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Padahal kita ini tinggal dalam bingkai multikulturalisme kebudayaan. Mengingat bangsa kita kaya akan kearifan-kearifan lokal budaya, etnis, kepercayaan, ideologi, dsb.

Landasan pemikiran ini juga tersemai dalam UUD 1945 dan kelima Sila Pancasila.

Jadi, kesimpulan dari tulisan ini adalah pentingnya pembelajaran komunikasi budaya.

Selain, harus ada kemauan untuk keluar dari lingkungan kebudayaan yang selalu berorientasi pada kekerasan dan ajaran diskriminasi menuju kehidupan Pancasilaisme.

Akhirnya, tak perlu mengubah kebiasaan budaya kita hanya untuk mendapatkan pengakuan dari rekan kerja, bisnis, lingkungan sosial, dll.

Yang perlu kita hilangkan adalah budaya stigmatisasi dan diskriminasi. Karena bangsa Indonesia itu didirikan budaya berdasarkan aliran kepercayaan, kebudayaan, dan ideologi tertentu.

Melainkan ada perasaan senasib dan seperjuangan dalam jangka waktu ratusan tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun