Pada fase tertentu, kita akan duduk, diam, merenungi, serta berterima kasih kepada setiap kisah dan mereka yang pernah berjasa dalam perjalanan hidup kita - Fredy Suni
Alasannya adalah dari mereka lah, kita pun berani merangkai perjalanan hidup kita dari situasi terpuruk menuju serpihan-serpihan mentari kehidupan di hari esok dan lusa.
Maka, dalam racikan artikel ini, saya pun berterima kasih kepada Kompasiana, Kompasianer, sobat pena, dan siapa pun yang pernah saya kenal melalui platform ini.
Karena Anda semua telah menjadi partner investasi saya di usia muda.
Ekosistem Jaringan Lintas Profesi di Usia Muda sebagai Investasi yang Paling Berharga
Membangun jaringan di usia muda, sama halnya berinvestasi.
Senada sahabat adalah investasi yang paling berharga dalam berjejaringan.
Karena melalui ekosistem jaringan, kita pun akan mendapatkan kemudahan dalam pekerjaan, kelancaran bisnis, dan berbagai hal positif lainnya.
Saya pun merasakan manfaat dari membangun jaringan lintas profesi, selama berada di Kompasiana.
Kompasiana telah menjembatani saya untuk keluar dari lingkungan terkecil saya, dan menuju dunia yang lebih luas.
Tahun 2020, saya mencari platform online yang bisa mengakomodasi pengembangan diri saya.
Kala berselancar di dunia maya, saya pun menemukan platform Kompasiana.
Setelah membaca beberapa testimoni dari beberapa Kompasianer senior, entah di blog pribadi mereka maupun yang berada di setiap rubrik Kompasiana, cinta pun bersemi.
Sayap-sayap patah yang pernah menancap di dalam kamus kehidupanku, perlahan saya olah dengan berbagai racikan, dan semua itu termanivestasi dalam coretan-coretan sederhana di setiap tulisanku.
Dari Kompasiana, Saya Belajar Merangkai Masa Depan
Abraham Lincoln pernah mengatakan bahwasannya, " cara terbaik untuk memprediksikan masa depan adalah menciptakannya."
Quotes inspiratif ini telah membangkitkan hasrat pengolahan diri saya.
Memang, mengolah diri itu adalah hal tersulit yang pernah saya alami. Mungkin juga sobat Kompasianer, terlebih generasi milenial, Z, dan Alpha.
Namun, dengan berbagai literatur self improvment yang ada di artikel Kompasianer, saya pun perlahan mencicil masa depan saya dengan terus belajar.
Proses pembelajaran itu lama-kelamaan membuat saya ketagihan.
Layaknya, kecintaan saya terhadap soto Malang.
Hemat kata, dunia saya perlahan bersinar, alias bangkit dari keterpurukan di tahun-tahun sebelumnya.
Kompasiana Membantu Saya Melintasi Rintangan
Sub judul ini bukan pledoi atau pembelaan dari saya. Melainkan ini tentang sesuatu yang tidak bisa dikatakan diaspora/perantau.
Tetapi ini menyangkut pengalaman riil dan percikan-percikan berkat yang saya terima selama membangun jejaringan di Kompasiana.
Hingga hari ini, saya hanya bersyukur, karena tergabung di Kompasiana.
Karena dari platform ini, saya mengenal banyak orang.
Relasi itulah yang menjadi sumber kehidupan saya. Karena mereka telah membuka tabir-tabur tergelap dalam diri saya, dan menghantar saya pada mentari kehidupan yang tak pernah saya bayangkan.
Kompasiana dan Cerita di Usia Senja
Berkat-berkat yang saya dapatkan melalui Kompasiana menjadi bekal saya di hari tua.
Bagaimana tidak, tabungan ragam cerita telah mengakar kuat di alam bawah sadar saya.
Dan kala berada di usia senja, saya akan merefresh kisah-kisah inspiratif tersebut, dan bercerita dengan riang kepada anak cucuku.
Terima kasih Kompasiana
Terima kasih Kompasianer
Terima kasih sobat Pena di mana pun
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI