Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Gedung Baru Amore Prime School sebagai Simbol Kebudayaan

25 September 2022   03:26 Diperbarui: 25 September 2022   06:32 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung baru Sekolah Amore Prime School | Foto: Fredy Suni

Segala sesuatu yang kita lihat, rasakan, raba, cium dan apa pun jenisnya adalah bagian dari goresan filsafat kebudayaan - Fredy Suni

Pertama; Ernst Cassirer meletakkan kebudayaan sebagai usaha manusiawi untuk memahami diri sendiri dan mengatasi berbagai persoalan melalui akal budi dan penggunaan simbol-simbol.

Di balik bangunan berlantai 5 Amore Prime School, ada hujan air mata dari Ibu Yasinta, dkk.

Karena perjuangan untuk mendirikan fondasi bangunan tersebut, sejatinya sudah lama dalam draft mereka.

Namun, karena ada satu dan lain hal yang perlu diberesin, maka impian untuk mendirikan bangunan yang akan digunakan peserta didik Sekolah Menegah Atas (SMA) baru terlaksana di tahun ini.

Kedua, Filsuf Friedrich Wilhelm Nietzsche melihat Nihilisme sebagai proses di mana tiada lagi yang tersisa.

Artinya, sejarah perjuangan di balik bangunan Amore Prime School bila tidak diabadikan dalam bentuk tulisan apa pun, niscaya suatu saat, makna perjuangan itu akan hilang, lenyap, sirna dari hadapan kita, khususnya Alumni maupun peserta didik yang sementara mengenyam pendidikan humanistik maupun mereka yang akan merajut masa depan pendidikan mereka di Amore Prime School.

Ketiga, Filsuf Martin Heidegger kurang lebih juga menekankan hal yang sama dengan Nitzsche.

Akan tetapi di sini, Penulis lebih menekankan konsep pikirannya, yakni; segala sesuatu itu ada waktunya.

Lantas apa itu waktu? Karena waktulah yang menciptakan segalanya melalui usaha manusia, dan pada saat yang bersamaan pula, waktulah yang mengakhirinya.

Filsuf Friedrich Wilhelm Nietzsche dan Martin Heidegger melihat "Nihilisme yang berarti proses di mana pada akhirnya tiada lagi yang tersisa."

Melepaskan yang tertinggal dalam sejarah perjalanan apa pun, ibarat kita melepaskan mutiara-mutiara terpendam di dasar samudera kehidupan.

Dalam konteks ini, Lembaga Pendidikan Kebudayaan Amore Prime School terus berkembang. Perkembangan itu, bukan hanya pada kualitas dan kuantitas peserta didik.

Tetapi dukungan sarana dan prasarana pun sangat penting dalam menunjang aktivitas pembelajaran peserta didik, tenaga pengajar serta stakeholder internal dan eksternal selama berada di lingkungan sekolah.

Untuk mengabadikan sejarah singkat berdirinya bangunan baru Amore Prime School, Penulis mencoba untuk meramu, alias meracik pemikiran-pemikiran dari para Filsuf Yunani dan mengkonseptualisasikan pengalaman riil Penulis selama berada di lingkungan tersebut.

Potretan bangunan baru Amore Prime School Tangerang | Foto: Fredy Suni
Potretan bangunan baru Amore Prime School Tangerang | Foto: Fredy Suni

Tujuannya agar Penulis dan pembaca budiman bisa mengikuti kerangka berpikir (metodologi), di balik sajian artikel sederhana ini.

Goresan Sejarah dalam Bingkai Kebudayaan Menurut Filsuf Ernst Cassirer

Melalui goresan sejarah, kita mengenal masa lalu. Dari masa lalu, kita belajar dan merawat apa yang tersadari maupun yang tidak tersadari. Tujuannya kita bisa dengan leluasa mengejar sejuta mimpi yang masih berada di dalam kolam pikiran kita.

Senada dengan fondasi bangunan baru Amore Prime School yang hampir jadi.

Di balik bangunan tersebut, ada perjuangan dari seluruh stakeholder internal maupun ekster Amore Prime School.

Dalam konteks ini adalah perjuangan super-ekstra dari ke-4 Founder/pendiri, yakni: Ibu Tjhin Yasinta Suryanto, SH, Pontersina Dacosta, Bapak Benedictus, dan Yohanes Boyke Agus Wahyuwibowo.

Sejarah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam diri setiap orang.

Orang tua murid sedang mengikuti pemaparan materi dari tenaga pengajar Amore Prime School | Foto: Dokumen APS
Orang tua murid sedang mengikuti pemaparan materi dari tenaga pengajar Amore Prime School | Foto: Dokumen APS

Untuk itu, tidak berlebihan, bila Penulis memaknai perjuangan dari ke-4 founder di atas dalam spirit; 'Sense of Being (rasa keberadaan), Sense of Belonging (rasa memiliki), Sense of Love (rasa mencintai), dan Sense of History (rasa sejarah).'

Dari ke-4 sense tersebut, rasa sejarah (sense of History) adalah salah satu hal yang saat ini sedang dikerjakan oleh seluruh stakeholder internal Amore Prime School.

Tujuannya ada pengabadian sejarah bangunan Amore Prime School dalam mendidik generasi bangsa yang bukan hanya pandai dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Melainkan, mereka juga memiliki sense of human (rasa kemanusiaan) di mana nantinya mereka berkarya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun