Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

HUT Kefamenanu ke-100 Tahun: Napak Tilas sebagai Sense of History

21 September 2022   23:22 Diperbarui: 21 September 2022   23:55 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pose Roni Lake dan Tim Kaisar Haumeni sebelum memulai perjalanan bersejarah | Foto: Roni Lake

Napak Tilas adalah bagian dari perjalanan bersejarah dalam merawat ingatan generasi bangsa untuk memiliki sense of history dalam memaknai perjalanan hidup dari mana mereka lahir dan dibesarkan - Fredy Suni

Perkembangan setiap wilayah, entah desa, kabupaten, provinsi hingga negara tidak akan pernah lepas dari sejarah masa lalu.

Sejarah masa lalu memang sudah berakhir, tetapi dampaknya masih terasa bagi kehidupan masyarakat di wilayah tersebut, baik untuk saat ini (Present Continous Tense) hingga Masa depan (Future).

Korelasi atau hubungan intim ini juga ikut mempengaruhi generasi muda dalam memaknai perjalanan ini.

Demikian lah potreran masa lalu  berdirinya Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Napak Tilas Sebagai Sense of History bagi Generasi Muda

Setiap tanggal 22 September, kehidupan masyarakat Timor Barat, khususnya Kefamenanu selalu tampak ramai.

Karena ada beragam kegiatan yang diadakan oleh pemerintah setempat, guna melestarikan nilai-nilai sejarah berdirinya kota.

Salah satu kegiatan yang berhasil menyita animo atau perhatian publik adalah 'Napak Tilas.'

Napak Tilas di sini penulis melihatnya sebagai wahana pengawetan ingatan sejarah bagi generasi muda dalam menjalani kehidupannya di era perkembangan teknologi.

Konsep berpikir (metodologi) dari pikiran Penulis ini bermula dari inspirasi di balik buku 'INSIGHT GERMANY' Cakrawala Negeri dan Budaya Jerman karya Kompasianer Hennie Triana Oberst.

Di awal cuplikan buku bernas ini, Mbak Hennie dengan apik mengisahkan (story telling) kehidupan masyarakat Jerman yang sangat disiplin, profesional, dan menghargai waktu.

Namun, tidaklah menjadikan mereka (masyarakat negeri Panzer) tersebut menjadi manusia mesin.

Justru mereka selalu melestarikan kebudayaan leluhurnya sebagai spirit dalam berkarya, entah di bidang apa pun.

Senada dengan makna Napak Tilas di Kabupaten Timor Tengah Utara, yakni; mengingatkan kembali generasi muda untuk tidak pernah melupakan langkah pertama dari mana mereka lahir dan dibesarkan hingga pada akhirnya mereka berdiri dengan percaya diri dalam berkarya - Fredy Suni.

Merawat Ingatan Jejak Belanda dari Kota Tua Noetoko Hingga Gua Aplasi Kefamenanu

Pose Roni Lake dan Tim Kaisar Haumeni sebelum memulai perjalanan bersejarah | Foto: Roni Lake
Pose Roni Lake dan Tim Kaisar Haumeni sebelum memulai perjalanan bersejarah | Foto: Roni Lake

Sejak tahun 1992, pemerintah Belanda telah berhasil mendirikan pusat pemerintahannya di kota Kefamenanu.

Namun, sebelum sampai di Kefamenanu, terlebih dahulu pemerintah Belanda bersafari dari satu desa ke desa lainnya yang ada di Kabupaten Timor Tengah Utara.

Sejarah itu bermula dari kota Tua Noetoko (Eban) yang merupakan salah satu wilayah terdingin di kabupaten Timor Tengah Utara.

Lantaran, Noetoko berada di bawah kaki Gunung Mutis pulau Timor.

Akan tetapi, setelah sekian purna, pemerintah Belanda dari ketinggian pulau Timor menatap ke Desa Oe'Olo.

Dari Oe'Olo mereka mengeksplorasi hamparan kayu Cendana di kampung Penulis (Desa Haumeni).

Meskipun kaya akan tumbuhan Cendana yang bernilai ekonomis, namun karena letak geografis desa Penulis yang tidak cocok untuk dijadikan sebagai pusat administrasi pemerintahan Belanda, mereka pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Faot Suba (masih termasuk wilayah desa Haumeni).

Namun, lokasinya berada di atas ketinggian. Perjalanan sejarah itu pun berlanjut mengikuti panggilan suara hati dan peluang bisnis pemerintahan Belanda kala itu.

Maka, mereka pun mencicipi iklim di Fatusene. Dari Fatusene mereka (Belanda) memadu asmara dengan wilayah Sontoi.

Tapi lagi dan lagi lokasinya tidak mendukung geliat pemerintahan.

Mereka pun bergerak ke Benpasi dan pada akhirnya mereka kecantol di Keluhan Aplasi Kefamenanu dan mereka pun mulai membangun pusat pemerintahan, perekonomian, pendidikan, dan berbagai bidang kehidupannya yang kini dinikmatin masyarakat kota Kefamenanu.

Demikian cuplikan dari perjalanan ke-53 tim yang mayoritas adalah generasi milenial dalam memaknai nilai-nilai sejarah di balik pendudukan pemerintahan Belanda di Timor Barat, Kefamenanu.

Akhirnya, selamat merayakan HUT kota Kefamenanu yang ke-100 tahun.

Mari, kita bergembira dan melanjutkan apa yang sudah ditinggalkan pemerintahan Belanda, terutama geliat pendidikan di bawah semangat berliterasi.

Karena melalui literasi, generasi bangsa tidak akan pernah melupakan sejarah perjalanan kota Kefamenanu.

Salam hangat dari Penulis untuk pembaca budiman | Mampirlah ke blog saya: www.tafenpah.com ya sobatku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun