Akan tetapi, setelah sekian purna, pemerintah Belanda dari ketinggian pulau Timor menatap ke Desa Oe'Olo.
Dari Oe'Olo mereka mengeksplorasi hamparan kayu Cendana di kampung Penulis (Desa Haumeni).
Meskipun kaya akan tumbuhan Cendana yang bernilai ekonomis, namun karena letak geografis desa Penulis yang tidak cocok untuk dijadikan sebagai pusat administrasi pemerintahan Belanda, mereka pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Faot Suba (masih termasuk wilayah desa Haumeni).
Namun, lokasinya berada di atas ketinggian. Perjalanan sejarah itu pun berlanjut mengikuti panggilan suara hati dan peluang bisnis pemerintahan Belanda kala itu.
Maka, mereka pun mencicipi iklim di Fatusene. Dari Fatusene mereka (Belanda) memadu asmara dengan wilayah Sontoi.
Tapi lagi dan lagi lokasinya tidak mendukung geliat pemerintahan.
Mereka pun bergerak ke Benpasi dan pada akhirnya mereka kecantol di Keluhan Aplasi Kefamenanu dan mereka pun mulai membangun pusat pemerintahan, perekonomian, pendidikan, dan berbagai bidang kehidupannya yang kini dinikmatin masyarakat kota Kefamenanu.
Demikian cuplikan dari perjalanan ke-53 tim yang mayoritas adalah generasi milenial dalam memaknai nilai-nilai sejarah di balik pendudukan pemerintahan Belanda di Timor Barat, Kefamenanu.
Akhirnya, selamat merayakan HUT kota Kefamenanu yang ke-100 tahun.
Mari, kita bergembira dan melanjutkan apa yang sudah ditinggalkan pemerintahan Belanda, terutama geliat pendidikan di bawah semangat berliterasi.
Karena melalui literasi, generasi bangsa tidak akan pernah melupakan sejarah perjalanan kota Kefamenanu.