Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ternyata Bertambahnya Usia, Masalah Semakin Kompleks

8 September 2022   23:32 Diperbarui: 8 September 2022   23:42 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejenak menepi di pinggir pantai untuk mencari ketenangan hidup | Dokpri

Fase terberat bagi orang dewasa adalah bagaimana keluar dari berbagai persoalan hidup.

Usia terus bertambah, masalah pun kian kompleks. Siklus kehidupan ini, pernah dialami setiap orang.

Penulis pun sedang dan akan selalu bersentuhan dengan fase kehidupan ini.

Dalam kondisi demikian, hasrat untuk kembali ke masa kanak-kanak semakin mengejar penulis.

Namun, itu hal mustahil. Sebab, siapa pun kita, apa pun latar belakang profesi, dan lain sebagainya, kita tidak bisa menolak perjalanan ini.

Karena kita akan selalu hidup berdampingan dengan masalah.

Baca juga: Resensi Buku

Masalah dengan Diri Sendiri

Persoalan terbesar yang kini dialami penulis adalah bagaimana menemukan solusi yang tepat untuk keluar dari pencarian jati diri.

Dalam konteks ini, memang benar apa yang diajarkan oleh Filsuf Plato dalam etika "NICOMACHE," yakni; pencarian tertinggi dan terakhir dari manusia adalah kebahagiaan.

Lantas, apa itu kebahagiaan? Penulis melihat dan merasakan sendiri, bahwasannya kebahagiaan itu hanya bersifat sementara.

Karena saat ini kita merasa bahagia, belum tentu dalam beberapa jam kemudian, nuansa kebahagiaan itu masih ada.

Apalagi hari esok dan lusa. Inilah hukum sebab-akibat yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun.

Menemukan Jati Diri Itu Sangat Sulit

Penulis menyadari, bahwasannya di setiap pojok literasi, apalagi di berbagai kesempatan, kita sering mendengar bahasa-bahasa afirmatif dari berbagai praktisi Psikolog, Motivator,  tentang penyelesaian masalah.

Namun, kita pun akan terus terjebak, kala menyelesaikan masalah sendiri.

Maaf, bila pandangan ini terlalu subjektif dari Penulis ya.

Terkadang Ingin Menyerah

Memang menyerah dengan kondisi yang kita alami, bukanlah solusi yang tepat.

Karena masalah hidup kian hari, kian mencemaskan siapa pun. Apalagi Penulis.

Penulis merasakan masalah itu ibarat jalanan macet kota metropolitan Jakarta dan sekitarnya.

Di mana, setiap pagi atau pun sore, kita selalu bersentuhan dengan bau asap knalpot moda transportasi.

Belum langkah etika pejalan yang sangat beragam, ikut menciptakan suasana batin tak menentu.

Namun, itulah kehidupan. Kehidupan telah menawarkan beragam pilihan, tergantung kita sebagai nakhoda, entah mau bawa perahu kehidupan kita ke arah mana.

Sejenak Merenungi Keadaan

Meratapi keadaan bukanlah pilihan tepat bagi Penulis dan sobat pembaca.

Namun, ada kalanya kita butuh ketenangan dari banalitas kehidupan yang serasa membosankan.

Untuk menciptakan suasana ketenangan, mungkin kita harus mengikuti praktisi humanis, dalam hal ini, mereka yang berkecimpung di bidang kerohanian.

Lebih tepatnya, jalan meditasi, sambil merenungi pengalaman suka dan duka yang kita alami setiap hari.

Memang cara ini, tidak 100 persen berhasil sih. Karena ada beragam latar belakang yang akan mempengaruhi jalan hidup kita.

Lantas, model ketenangan seperti apa yang kita butuhkan?

Penulis pun tidak bisa memberikan jawaban yang pasti.

Karena Penulis juga sedang tidak baik-baik saja di usia yang semakin dewasa ini.

Mungkin, cara yang tepat adalah bersyukur. 

Senada dengan ajaran dari Zig Ziglar, yakni; jika engkau kecewa terhadap keadaanmu, datanglah kepada Sang Arsitek yang telah menciptakanmu

Sobat pembaca, maafkan Penulis ya. Karena hanya melalui coretan diary ini, penulis hanya berbagi beban melalui diksi-diksi ini.

#Semangat Menolak Menyerah Sobatku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun