Lantaran, impian itu sedari kecil. Berawal dari sang ibunda yang selalu membacakan cerita-cerita Firaun di Alkitab, alam bawah sadarnya pun mulai terpacu untuk bisa mengunjungi sungai Nil.
Impian itu pun datang dalam beberapa puluh tahun kemudian.
Perjalanan spiritual itu membawa inspirasi bagi pembaca untuk berani menciptakan impiannya, entah di bidang apa pun.
Nilai penting yang kita pelajari dari bagian ini adalah meskipun saat kita menciptakan impian dalam kondisi yang tak menjanjikan, bahkan ditertawakan orang lain, itu bukan menjadi masalah.
Justru itulah cikal bakal bagi kita untuk terus berjalan.
Karena ketika kita sudah mencapai impian tersebut, kita pun akan meneteskan air mata, layaknya tangisan Opa Tjip di sepanjang aliran sungai Nil.
Berguru Pada Semua Orang
Pada bagian ini, Opa Tjip membawa pembaca untuk masuk dalam dunia anak-anak.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena Opa Tjip mengambil filosifi anak kecil yang tidak tahu apa-apa dan pada akhirnya ia akan mengetahui banyak hal dari setiap perjumpaan dengan orang baru.
Hal senada juga pernah dilakukan oleh Filsuf Socrates, yakni jalan "MAEUTIKA" atau lebih detailnya adalah "metode bidan."
Artinya, entah di mana pun, filosifi mengosongkan gelas pikiran kita tetap berlaku, demi pengetahuan baru di luar diri kita.