Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sekilas tentang Pertemuan, Kerinduan, dan Hospitality

27 Agustus 2022   05:15 Diperbarui: 27 Agustus 2022   19:17 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semangat berliterasi | Dokpri

Matahari mulai condong ke Barat, dalam nuansa yang berbeda, ada pertemuan, kerinduan, dan hospitality di atas ubun-ubun gedung Perpustakaan Nasional RI.

Lantaran, di bawah payung kerinduan, maka terciptalah ruang rasa, antara saya dan rekan-rekan Kompasinaer dan YPTD.

Sementara, di balik bangunan pencakar langit kota metropolitan Jakarta, ada keniscayaan yang tercipta antar sesama pegiat literasi digital bersama Opa Tjiptadinata Effendi dan Oma Roselina dalam merayakan ajang temu kangen.

Perjumpaan itu pun bertalian erat dengan perayaan HUT Penerbit Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan atau yang biasa dikenal YPTD yang kedua.

Menalar Kerinduan di Kopdar YPTD dan Kompasianer

Kopdar atau ajang perjumpaan sesama Penulis YPTD dan Kompasiana membawa mimpi dalam merajut tali persaudaraan di bidang literasi.

Kadar pertemuan yang singkat itu pun meninggalkan goresan kerinduan.

Elaborasi dari perjumpaan dan kerinduan itu termanivestasi dalam nuansa hospitality antar sesama Perakit diksi-diksi keabadian.

Mengabadikan momen berharga itu, bagaikan menggali apa yang tersadari dan yang tidak tersadari.

Sebab, jauh di lubuk hati yang terdalam, sesama Penulis YPTD dan Kompasianer merindukan event-event semacam itu.

Mengingat kadar kerinduan itu pun hampir sirna, lenyap, dan berkesudahan,  kala Pandemi global melanda dunia, terlebih bangsa Indonesia selama dua tahun.

Menelusuri serak-serak kerinduan untuk berjumpa dengan sesama Kompasianer dan YPTD selama penantian panjang, akhirnya terbayar lunas dalam acara tersebut.

Walau hanya sebentar saja, namun ada kerinduan untuk mengulanginya lagi.

Sayangnya, entah kapan momen seperti itu bisa terjadi lagi.

Karena siapa pun dari kita, tentunya tidak tahu, apakah  hari esok dan lusa masih mencoret-coret makna keindahan di balik cita rasa keramahtamahan antar sesama penulis, ataukah pertemuan pada tanggal 20 Agustus lalu, menjadi momen yang terjadi hanya sekali dalam kehidupan kita.

Tersebab, kita tidak tahu akan apa yang terjadi di lain kesempatan.

Namun, terlepas dari kecemasan itu, saya pun yakin, bahwasannya pertemuan itu akan tetap berlanjut hingga waktu yang tak bisa ditentukan oleh siapa pun. 

Kecuali semesta sendiri.

Manivestasi Semesta Dalam Budaya Hospitality

Semangat berliterasi | Dokpri
Semangat berliterasi | Dokpri
Semesta telah mengajarkan kepada kita banyak hal yang tak terduga.

Siapa pun dari kita yang menolaknya, pasti terhanyut dalam dinamikanya.

Namun, lain kisah dengan mereka yang hadir pada kopdar tersebut.

Karena setidaknya, mereka telah berusaha untuk meramu mantra hospitality di balik HUT YPTD yang kedua.

Tampak dari pandangan yang tidak biasa-biasa saja, ada keceriaan di balik say-hello yang terjadi pada saat acara berlangsung.

Saya pun menikmatinya. Karena sebagai milenial, saya sangat beruntung berada di lingkaran para senior YPTD dan Kompasianer.

Pengalaman unik ini akan semakin terpatri dalam setiap derap langkah kakiku.

Karena di sanalah, saya bertemu dengan sesama Kompasianer dan YPTD yang selama ini hanya berkabar melalui grup-grup perpesanan.

Ada kebahagiaan tersendiri bagiku. Demikian pula dengan rekan yang lainnya.

Inilah konsep dialektika nyata. Di mana, ada ajang temu online dan juga offline yang memiliki nuansa hospitality.

Tak Bisa Melewatkan Momentum

Dalam berliterasi tak ada sekat sosial | Dokpri
Dalam berliterasi tak ada sekat sosial | Dokpri

Peristiwa itu bagi saya adalah sejarah. Karena secara praktis, saya bisa berdiri, berbicara, bahkan berselfi bersama rekan-rekan Kompasianer dan YPTD.

Nuansa romantika ini bertalian erat dengan konsep persahabatn menurut Filsuf Aristoles.

Di mana, sang bijak ini mengatakan "persahabatan itu lebih tinggi dari kepentingan apa pun."

Ya, karena di ajang reunian itu, sama sekali tidak ada sekat sosial, seperti Berlin Barat dan Timur.

Melainkan, semuanya menyatu dalam semangat berliterasi.

Menyeruput diksi-diksi aksara, dapat melahirkan lanskap kerinduan dan persahabatan hakiki.

Akhirnya, mari kita terus menyalakan obor persahabatan ini.

Tujuannya wajah literasi negeri terus menyala sepanjang perjalanan kita menuju batas akhir kehidupan kita.

Terima kasih untuk Opa Tjiptadinata, Oma Roselina, Bapak Thamrin Dahlan, dan Kompasiama yang telah memfasilitasi pertemuan terakbar ini.

Salam hangat dari saya untuk pembaca budiman

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun