Remaja, suporter bola, mahasiswa, politikus, seniman, dan siapa pun pasti pernah berada pada fase lithromantic. Lithromaantic termasuk dalam spektrum aromantic, artinya setiap orang memiliki sense romantis. Di mana kita cenderung membayangkan hal-hal yang begitu hangat dan penuh dengan nuansa yang begitu romantis dalam kesendirian. Tetapi ketika kita berada bersama dengan pasangan atau orang yang kita kagumi, kita cenderung menghindar.
Seperti yang dikatakan oleh dr. Fajar Dwi Cahyo dari Alodokter bahwa, lithromantic membuat seseorang sulit untuk membangun komitmen dalam sebuah hubungan atau yang biasa kita kenal dan terpopuler di kalangan remaja saat ini adalah 'ghosting.'
Baca Juga: Elkan Batal Gabung Timnas, Persebaya Kehilangan 5 Pilar Utama di Liga 1 BRI
Hmm, mengulas ghosting tentunya hal ini menarik bagi remaja yang sedang dilanda bara asmara. Begitu pun suporter bola yang sementara merasakan perasaan lithromantic kepada pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-Yong, karena telah mengantarkan pasukan Garuda sebagai peraih 'fair play' dan 'runner up' di piala AFF Suzuki Cup 2020.
Apalagi saat ini, warganet ramai-ramai membuat hastag #Harunaout, gegara pernyataannya yang begitu tajam kepada Shin Tae-Yong terkait naturalisasi pemain.
Spektrum lithromantic ini akan perlahan-lahan hilang dari warganet, ketika STY salah jalan dan tidak memberikan gelar juara bagi timnas Indonesia di edisi yang akan datang. Maka, di situlah muncul ghosting. Bahkan lebih parahnya adalah logical fallacy akan bertebaran di jagad twitter, instagram, facebook, dan berbagai media sosial lainnya.
Warga Indonesia Belum Memahami Kritik
Kritik itu adalah sebuah seni untuk menjelajah, menciptakn, dan mendorong seseorang untuk lebih bersemangat dalam melakukan segala sesuatu. Dalam hal ini, kritik yang diberikan oleh Haruna Soemitro kepada STY tentu saja baik, jika dikaji dari ilmu filsafat.
Namun, masalah yang kita hadapi saat ini adalah bangsa kita belum sepenuhnya memahami arti kritik itu sendiri. Sehingga di berbagai jagad media sosial pun warganet beramai-ramai menyerang Haruna dengan berbagai argumentatum hominem.
Baca Juga: Tantangan Revolusi Industri bagi Pekerja Akuntan dan Solusi Mengatasinya
Di sini saya bukan condong kepada Haruna, apalagi STY. Melainkan peran saya sebagai kaum awam adalah memberikan secuil masukan kepada warganet untuk melihat pernyataan dari Haruna sebagai perhatian dari Komite Eksekutif (Exco) PSSI kepada STY.
Karena Exco tentu saja menaruh harapan yang besar kepada kinerja STY. Namun, barangkali apa yang disampaikan oleh Haruna tidak tepat pada momentumnya.
Naturalisasi dan Bagaimana Karier Pemain Lokal
PSSI lebih memilih menaturalisasi pemain keturunan untuk memperkuat timnas. Tetapi, kita juga perlu melihat disposisi atau keadaan batin dari pemain lokal yang saat ini berjuang untuk mendapatkan tempat di era kepelatihan STY.
Mungkin saja, pemain lokal saat ini ada yang merasa terluka bahkan pemain timnas yang selama ini kurang mendapatkan menit bermain tentu saja pasti merasa iri dengan kehadiran pemain naturalisasi yang lebih diprioritaskan ketimbang mereka. Inilah ruang belakang yang belum dilihat oleh kebanyakan orang. Justru kita selalu melihat apa yang berada di depan, dalam hal ini puncak kesuksesan seseorang.
Dalam Kondisi Apa pun Jangan Beri Ghosting Kepada STY
Kembali lagi saya tekankan bahwa timnas Indonesia di era STY mengalami berbagai reformasi. Tetapi, apakah ke depan, terutama ketika STY tidak mengindahkan harapan romantis (lithromantic) dari warganet untuk melihat pasukan Garuda mengangkat trofi di kancah internasional, apakah warganet masih memiliki perasan cinta nan roamntis kepada STY seperti yang saat ini?
Mudah-mudahan, warganet selalu menyalakan spektrum lithromantic kepada STY dalam keadaan apa pun. Karena jika tidak, apa yang dikatakan oleh Haruna memang benar adanya.
Salam romantis dari suporter timnas Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H