Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan membocorkan besaran gaji yang diterima oleh Shin Tae-Yong setiap bulan. Di mana eks pelatih Korea Selatan tersebut setiap bulan menerima Rp 1,1 miliar, di luar apartemen, kendaraan, dll.
"Namun bukan soal besaran gaji yang diterima oleh STY dari Indonesia, melainkan ia merasa nyaman berada di Indonesia. Jika ia hanya mengejar uang saja, tentu saja ia akan memilih pinangan dari salah satu klub asal China yang rela mengucurkan dana berkali-kali lipat dari gajinya saat ini, ujar Iriawan, seperti yang dilihat oleh penulis melalui laman @timnasindonesiainfo, Kamis (20/1/2022).
Baca Juga: Elkan Baggott dan Kecemasan PSSI
Lebih lanjut, Iriawan atau yang lebih akrab disapa Iwan Bule itu menegaskan bahwa PSSI rela mengucurkan dana yang fantastis tersebut memang sebanding dengan apa yang didapatkan oleh timnas sendiri.
"Wajar saja jika ada harga pasti sudah ada barangnya, tegasnya.
STY Bukan Pelatih Kelas Domestik
Pelatih sekelas STY yang sudah pernah merasakan atmosfer Piala Dunia dan ikut membenamkan mimpi dari anak asuh Joachim Loew (Jerman) tahun 2018 sempat mencuri perhatian dunia. Karena kepiawiannya dalam mengelaborasikan pemain muda dan tua dalam mengangkat sepak bola Korea selatan yang juga waktu itu sejajar dengan Raja Asia (Jepang).
Secara pengalaman, kematangan, dan jam terbang yang dimiliki oleh STY sudah lebih dari cukup sebagai seorang pelatih kelas dunia. Wajar saja, PSSI rela membayar STY sebesar Rp 1,1 miliar per bulan.
Di balik apresiasi dari PSSI tersebut, kita sebagai supoter tanah air juga harus memberikan respek atau dukungan kepada STY untuk mereformasi sepak bola Indonesia menuju yang lebih baik.
Memang STY dan Luis Milla memiliki gaya kepalatihan yang sama-sama mengantarkan timnas di partai final AFF. Namun, perbedaan yang paling mencolok dari kedua pelatih tersebut adalah STY memilih untuk memberdayakan pemain-pemain muda yang memiliki perjalanan karier profesional yang panjang, ketimbang Luis Milla yang lebih memilih pemain berpengalaman dan rata-rata sudah mencapai usia yang tidak muda lagi.
STY Meregenarasi, Komite Eksekutif Menolak
Apa yang dilakukan oleh STY sudah berada pada jalur yang benar. Tetapi bagi sebagian kecil Exco tidak sreg dengan teknik dan mimpi dari STY. Akibatnya, baik STY dan Komite Eksekutif belakangan ini bersitegang hanya karena urusan naturalisasi pemain.
Naturalisasi pemain itu penting. Karena dengan kombinasi pemain lintas benua tentu saja memperkaya sepak bola tanah air. Apa yang kurang dari pemain lokal dilengkapi dengan kehadiran pemain naturalisasi.
Sebaliknya, apa yang kurang dari pemain naturalisasi dilengkapi oleh pemain lokal. Hubungan timbal balik ini akan memberikan keuntungan bagi sepak bola Indoensia dalam hal duel-duel udara, ketenangan, ilmu, dan berbagai aspek yang mendukung perkembangan afeksi dan semangat dari pemain lokal sendiri.
Untuk itu, rasa persatuan perlu dipadukan dengan semangat kolaborasi untuk menuju sepak bola Indonesia yang lebih produktif, visioner, dan integritas dalam hal apa pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H