Sobatku, Pandemi telah memaksa kita semua untuk beradaptasi dengan revolusi industri 4.0 (sistem jaringan internet). Bahkan kita pun sedang berjalan menuju revolusi industri 5.0. Tentu perkembangan IPTEK ini sangat bermanfaat bagi kita.Â
Selain, menjadi ladang tumbuh-kembangnya tindakan pelecehan melalui media sosial atau yang biasanya kita kenal dengan 'cyber-bullying.
Apa itu cyber-bullying? Cyberbullying adalah teknologi untuk melecehkan, mengancam, mempermalukan, atau menargetkan orang lain. (Sumber; grup WhatsApp Ureport Indonesia).
Sebagai contoh nyata, saya akan mengisahkan kehidupan rekan kerja saya, sebut saja namanya Sintia. Sinta adalah gadis manis yang berkarakter 'extrovert.'
Tipikal karakter Sintia yang extrovert adalah ia sangat optimis, percaya diri, cerdas, suka ngomong dalam kondisi apa pun. Akan tetapi, Sintia memiliki kelemahan yakni; ia tidak mudah menceritakan permasalahan yang sedang ia hadapi. Terlepas dari alasan ia tidak sharing. Yang pasti ia melakukan itu agar terlihat seperti "WONDER WOMEN."
Kemarin ia terlihat sedih. Gegara beberapa hari belakangan ini, ia selalu menerima teror atau bully dari nomor yang tak dikenal.Â
Bukan hanya itu saja, akun media sosial miliknya pun menjadi bulan-bulanan. Tapi, bukan camilan terang bulan ya.
Setiap pagi, ia selalu melihat ada notifikasi yang masuk ke akun media sosialnya. Entah melalui pesan sms, Email, Facebook, WhatsApp, Instagram, maupun Line.
Awalnya, ia merasa baik-baik saja. Tapi, semakin lama ia merasa kurang nyaman, bila ia harus berhadapan terus dengan akun "anonim' atau orang yang tak dikenalnya itu.
Dan kejadian itu membuatnya sedih. Hasrat extrovertnya mulai hilang dari senyumannya. Ia sedang dirundung oleh kesedihan dan ketakutan yang amat mendalam.
Bagaimana solusi yang tepat untuk menangani permasalah Sintia?
Sebagai sahabat, tentunya saya ingin memberikan bantuan berupa 'problem solving.' Tapi, saya pun merasa tak pantas. Karena saya pun memiliki masalah. Akan tetapi, tidak salah, jika saya mencoba untuk menawarkan solusi demikian.
Gunakan Autentikasi Dua Faktor
Tentu sebagai pengguna facebook, kita semua sudah sangat kenal dengan verifikasi dua faktor ini.
Caranya mudah sih. Saya dan Sintia mulai berselancar di akun media sosialnya untuk mengaktifkan penguncian akunnya yang semula jadi publilk  menjadi verifikasi dua faktor.
Begini caranya; buka akun facebook. Pergi ke pengaturan, lalu klik kata sandi dan keamanan, cari autentifikasi dua faktor.Â
Klik dan masukan kata sandi facebook milik Sintia -- lanjutkan hingga akhir. Maka, otomatis akun Sintia sudah aman dari apa pun. Tentu Sintia pun harus mawas diri.
Begitu pun dengan akun Instagram miliknya kami mengubahnya menjadi privat. Tujuannya adalah meminimalisir tindakan pelecahan atau bullying di dunia maya.
Selain itu, saya anjurkan kepada Sintia untuk tidak merespon. Karena semakin ia meladeni akun anonim tersebut, justru ia akan terus merasa tersiksa dengan psiko emosionalnya. Cukup saja, ia menyimpan bukti pesan itu dan laporkan kepada orangtuanya. Dan ketika permasalahan itu semakin besar dan sulit untuk diatas, jalan terakhir adalah melaporkannya kepada pihak berwajib sebagai tindakan kriminal atau pelecehan seksual.
Sobatku, demikian cuplikan singkat dari media sosial sangat rawan terhadap cyberbullying. Terutama masalah yang dialami oleh Sintia.
Kita pun harus semakin mawas diri untuk menjaga akun media sosial kita. Karena kita selalu hidup berdamping dengan mereka yang selalu tidak suka, iri dan benci dengan kehidupan kita. Entah mereka adalah rekan kerja kita, sanak saudara, mantan pacar, maupun siapa pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H