Bahkan belakangan ini, suami Tika memiliki filosofi baru yakni; berdua saja sudah cukup menderita. Apalagi bertiga."
Tentu ini saya melihatnya sebagai alarm bagi Tika dan suaminya untuk tidak memiliki anak. Keuntungan yang didapatkan oleh Tika adalah ia bebas menikmati masa pekerjaan dan studinya. Tanpa ada beban batin lagi untuk segera memiliki anak.
Faktor Keturunan
Terkait dengan "child free" ternyata suami Tika divonis oleh dokter kandungan bahwasannya produksi spermanya tidak bisa menghasilkan anak.
Sebagai pasangan rumah tangga yang harmonis, tentu Tika dan suaminya sangat terpukul dengan 'statement; dari dokter kandungan.
Akan tetapi, di sisi lain mereka pun tidak bisa melawan kehendak Sang Pencipta. Jalan terakhir bagi keduanya adalah menikmati ritme perjalanan rumah tangga mereka.
Sobatku, ilustrasi ini adalah fiktif. Tapi, setidaknya melalui artikel ini, kita memiliki tiga poin untuk menakar setiap orang yang akan mengadopsi gaya hidup "child free' ke depan.
Gaya hidup ini semakin berkembang di kota-kota besar tanah air. Kesibukan di dunia kerja, pendidikan, hasrat mementingkan urusan pribadi, ketimbang memiliki keturunan akan menjadi tren yang sangat digemari oleh setiap orang.
Kita pun tidak akan menolak gaya hidup ini. Karena budaya negara maju seperti; Korea, Jepang, negara-negara di kawasan Eropa maupun Amerika sudah sudah melekat dalam diri setiap orang.
Keuntungan Lain Pasangann Tidak Memiliki Anak
Saya melihat keuntungan terbesar pasangan muda Indonesia yang tidak ingin memiliki adalah akan membawa dampak positif bagi penurunana angka ledakan penduduk.
Faktor ini akan memberikan peluang bagi setiap orang untuk mencicipi nikmatnya menjadi negara maju dari aspek apa pun.