Hai sobat Kompasianer, sebagai generasi milenial, topik pilihan Kompasiana "Merdeka Dari Hubungan Tanpa Status" bagi saya itu sangat seksi.
Alasan saya mengatakan frasa tersebut adalah merujuk pada dua pertanyaan dari admin yakni; mana yang lebih sakit hati? Saat diberi harapan palsu oleh pujaan hati ataukah saat ia memutuskan untuk tidak menerima cintamu?
Baiklah. Sebagai pelaku sekaligus korban dari dua pertanyaan di atas, saya akan membawa destinasi pikiran kita menuju dunia filsafat ya. Terutama yang berkaitan dengan filsafat cinta.
Dalam filsafat Yunani yang pernah saya pelajari, ada tiga cinta yang menghidupi manusia yakni; cinta Philia, Eros dan Agape.
Cinta Philia berorientasi pada kasih sayang antara anak dan orangtua, sahabat dan siapa saja yang menaruh perhatian pada kita.
Misalnya; Saya mencintai orangtua saya. Begitu pun dengan cinta pembaca kepada orang-orang tercinta.
Di sini kita memandang pribadi seseorang itu jauh lebih tinggi dari apa pun.
Sebaliknya, cinta eros mengarah pada nafsu. Dan kita menjadikan pasangan atau orang lain (liyan) hanya sebatas objek/sasaran pemuas libido kita.
Misalnya; Saya dan anda memiliki pasangan atau pun sahabat. Setiap kali kita selalu memanfaatkan jasa mereka untuk mencapai tujuan kita.
Terkait dengan dua pertanyaan dari admin Kompasiana, saya menakar atau mengukur pertanyaan pertama "pemberi harapan palsu" itu sebagai "cinta eros."
Mengapa saya berani mengatakan cinta eros? Karena ketika kita berani menembak sang pujaan hati, kita sudah tahu bahwa dia juga punya perasaan. Dengan begitu, kita tidak akan mudah menggantungkan cintanya.
Pertanyaan pertama pun secara tak langsung/eksplisit menggambarkan keegoisan dari pemberi harapan palsu. Dalam hal ini pelaku. Akibatnya (korban) jatuh dalam perasaan bersalah.
Wong, pelakunya sudah mendapatkan apa yang dia mau dari si korban. Untuk apa dia masih mempertahankan hubungan tersebut?
Sementara, pertanyaan kedua "pujaan hati memutuskan untuk tidak menerima cinta dari kita." Di sini, saya melihat sebagai cinta philia.
Meskipun gebetan kita tidak menerima cinta kita tapi ia masih membangun komunikasi yang baik. Artinya, ia masih menganggap kita sebagai sahabat dalam berbagi cerita. Tapi, tidak dengan berbagi kamar cinta.
Hal ini serupa dengan keadaaan di mana kita bersama orangtua. Jika apa yang kita inginkan belum tentu dikabulkan oleh orangtua.
Biasanya, orangtua akan menggunakan beberapa alasan. Tujuannya adalah untuk tetap menyakinkan kita sekaligus menjaga perasaan kita sebagai manusia yang memiliki indera perasa.
Terakhir; mengapa saya menjelaskan cinta agape dari belakang? Karena cinta agape itu adalah cinta tanpa syarat. Dan cinta itu hanya berlaku bagi orang yang benar-benar suci secara aspek apa pun.
Namun, sebagai manusia, mustahil kita memiliki cinta tersebut. Untuk itu, cinta agape kita sematkan kepada Sang Arsitek kehidupan.
Sekian dan semoga artikel ini  memberikan secuil pengetahuan baru bagi anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H