Semua orang hanyut dalam euforia Hut RI ke-76. Sementara, saya masih berjibaku dengan jati diriku sebagai penulis amatiran dari kampung pedalaman pulau Timor, NTT.
Ketika dalam keadaan tersebut, saya memilih untuk menertawakan diri sendiri. Karena makna kemerdekaan belum sepenuhnya saya rasakan.
Apakah ada yang salah dengan diriku sendiri? Itulah pertanyaan yang akan membawa saya pada permenungan dalam artikel ini.
Di mana saya mengamati panggung Kompasiana yang dulunya dielu-elukan bak pahlawan kemerdekaan oleh semua orang, kini bagaikan kapal yang sedang terombang-ambing di tengah arus percobaan. Dan penyebab utamanya adalah sesama Kompasianer.
Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena diriku dan sesama (Liyan) saling memperebutkan sisa-sisa roti dari sang empunya bangsa ini.
Padahal, Kompasiana akan tetap eksis, jika kehadiranku dan yang lain tidak ada! Catatan sejarah dalam kamus kehidupanku.
Setelah melalui permenungan/refleksi yang mendalam, saya pun tertawa lepas dengan kekonyolanku selama bulan Agustus.
Lebih lanjut, saya memasang cermin di kamar sekaligus kamar mandi untuk selalu berkaca pada diri sendiri. Karena selama ini, saya cenderung untuk mengumbar atau pun tersinggung dengan pendapat, ide dari sesama Kompasianer.
Itulah kesalahanku! Saya mengakui bahwasannya otakku memang diproduksi untuk menciptakan masalah. Entah masalah dengan tetangga kontrakanku, orang-orang tercinta, sahahabat maupun kenalan.
Namun, saya tak mungkin terus hidup dalam lingkaran demikian. Karena kehidupan saya pun selalu berdampingan dengan orang lain.
Sebagai makhluk sosial yang memiliki keunikan dan perbedaan, saya harus membangkitkan semangat mencintai kehidupan (Sense of life) dan rasa memiliki (Sense of Belonging) demi menambah imun spiritual dan kesehatan.
Elaborasi dari imun spiritual dan kesehatan menyatu dalam semangat persaudaraan.
Persaudaraan Lebih Tinggi Dari Apa pun
Salah satu filsuf Aristoteles mengatakan;"Persahabatan/persaudaraan itu lebih tinggi dari kepentingan apa pun."
Relevansi dari pendapat Aristoteles ini mengacu pada relasi persahabatan kita sesabagi pegiat literasi di rumah Kompasiana.
Pegiat literasi kok tidak akur! Bagaimana pembaca bisa mendapatkan sesuatu yang bermanfaat dari hasil karya kita?
Pertanyaan ini sebagai PR bagi kita semua. Terutama bagi saya.
Terakhir, tulisan ini adalah bagian dari autokritik terhadap diri saya sendiri. Jika Anda merasa kurang nyaman, tertawalah. Karena tertawa itu tidak dilarang oleh siapa pun. Kecuali kematian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI