Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Merayakan Satu Tahun Bersama Kompasiana

12 Agustus 2021   00:50 Diperbarui: 12 Agustus 2021   01:02 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merayakan satu tahun bersama Kompasiana. Shutterstock.com/olahan pribadi

Setiap orang akan mengingat hari bersejarahnya, entah hari ulang tahun kelahiran, pernikahan, perjumpaan, perpisahan, sakit hati dan setiap kegiatan yang melibatkan rasa keberadaan akan kehidupan.

Hidup adalah perjuangan. Maka, berjuanglah hingga titik darah penghabisan tanpa mengumbar budaya "Argumentum Ad-Hominem atau menyerang pribadi sesama Kompasianer." Gegara satu dan lain hal yang tidak bisa dijelaskan dengan akal sehat.

Ya, itulah sistem kerja otak yang selalu mencari masalah. Masalah remeh-temeh yang akan meninggalkan luka bagi korban dari "ad hominem." Contoh kasus yang lagi viral di jagat Kompasiana adalah masalah yang dialami oleh Kompasianer Steven Chaniago dan Kompasianer R."

Untuk lebih jelasnya, silakan baca sendiri artikel seputar masalah tersebut. Karena saya tidak mau atmosfer hari bersejarah saya di panggung Kompasiana ternoda.

Manfaat apa yang saya dapatkan dari Kompasiana?

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Manfaat saya selama menulis di Kompasiana yang paling penting adalah relasi persahabatan yang menembusi batas keniscayaan.

Sebagai salah satu pegiat literasi dari Timor Barat Indonesia, saya sangat bersyukur bisa mengenal pribadi sesama Kompasianer dari berbagai latar belakangan pendidikan, profesi, suku, budaya dan ras.

Mutiara berharga itu saya jadikan sebagai tonggak sejarah dalam berliterasi. Literasi yang saya kenal jauh sebelum saya bergabung dengan Kompasiana itu hanya berkisar pada budaya membaca dan menulis.

Akan tetapi, saat ini pemahaman literasi saya sudah jauh berbeda dari sebelumnya. Karena literasi itu berupa kemampuan untuk mengatur emosi, menahan ego, persahabatan yang tulus dan saling mendukung sebagai sesama Kompasianer dalam bidang apa pun.

Siapakah sosok yang berjasa bagi saya di Kompasiana?

Orang yang membawa saya untuk mengenal Kompasiana lebih intim adalah rekan penulis Freelance.

Berawal dari salah satu rekan yang gemar membagikan artikelnya dari Kompasiana, saya mulai tertarik. Kemudia saya mulai mencari tahu langkah-langkah untuk mendaftar dan menulis di Kompasiana.

Setelah melalui pencarian yang cukup alot bersama mbak google, saya pun berhasil memiliki akun di Kompasiana dan mulai menulis dengan rasa bangga.

Ya, saya bangga. Karena Kompasiana bagi saya adalah salah satu platform di Indonesia yang sangat bergengsi bagi penulis/blogger. Selain, Indonesiana milik Tempo.

Apalagi, mbak google menjelaskan bahwasannya Kompasiana adalah platform online terbesar Asia Tenggara. Bulu kudukku pun merinding, ketika saya membaca kata demi kata dan berujung pada "falling in love."

Ah, kedengaran lebay. Tapi, bernada melankolis sih. Nggak apa-apa sobatku. Karena hidup juga butuh rasa cinta.

Cinta akan persahabatan, pekerjaan, impian dan mimpi-mimpi yang belum kita realisasikan di tahun 2021.

Mengapa saya harus mencintai Kompasiana?

Ilustrasi menemukan cinta bersama Kompasiana dalam dunia aksara. Pixabay.com
Ilustrasi menemukan cinta bersama Kompasiana dalam dunia aksara. Pixabay.com

Karena saya sudah menemukan sesuatu yang sangat menggairahkan hari-hariku. Gairah/asmara/bara cinta itu menyatu dalam setiap tarikan diksi-diksi kerinduan dalam dunia aksara.

Selain itu, ketertarikan awal saya menulis itu adalah ingin membuktikan diri bahwasannya sebagai anak kampungan, saya pun bisa menulis bebas seperti kebanyakan anak metropolitan.

Ya lebih tepatnya saya ingin menunjukkan jati diri saya ke hadapan publik. Dan memang benar adanya. Karena saat ini ketika seseorang mengetikkan nama saya "Frederikus Suni" di mesin google, semua karyaku pun bisa ditemukan. Itulah jejak langkah kaki saya bersama Kompasiana.

Kapan saya mulai menulis di Kompasiana?

Saya mulai menulis di Kompasiana sejak tanggal 12/8/2020. Dalamkurun satu tahun hari ini, 12/8/2021 saya sudah berhasil mempublikasikan 449 artikel di rumah Kompasiana. Tentu ini adalah pencapaian yang spektakuler bagi saya sebagai orang desa.

Selain di Kompasiana, di mana saja saya menulis?

Setelah saya merasa gaya kepenulisanku mulai memberikan harapan positif, saya mulai melebarkan sayap di beberapa penerbitan online. Sebut saja Pepnews, Terbitkanbukugratis.id, blog pribadiku www.tafenpah.com, Zonanusantara.com dan menulis buku.

Bagaimana saya memaknai perjalananku selama satu tahun bersama Kompasiana?

Tentunya saya bersyukur bahwasannya saya masih bisa menulis dengan bebas. Kebebasan menulis di Kompasiana membawa kebahagiaan bagi saya.

Satu tahun telah berlalu dengan berbagai pengalaman positif dan negatif yang saya alami di Kompasiana. Namun, dari rentetan pengalaman itu, saya mulai belajar untuk semakin mengenal diri saya, keberadaaanku, motivasiku, dan apa tujuan saya menulis.

Terakhir izinkan saya untuk mengutip pepatah klasik dari bahasa latin yakni; "kata-kata hanya melayang/hilang/lenyap, menguap; tetapi tulisan tetap tinggal/dekat/abadi ( Verba Volan, Scripta Manent).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun