"Sore mas Frederikus, driver kami sudah lama menunggu di Gedung Kompas, Jl. Palmeran untuk mengantarkan paket dari Heineken.
Saya pun kelabakan. Ibarat kontrakan saya kemasukan pencuri. Waduh, saya pun merasa bimbang dan belum yakin akan kiriman paket dari Heineken.
Tak lama kemudian, sekuriti Kompas Palmeran mas Aziz Saepurohmat langsung menghubungi saya. Mas Frederikus apakah bersedia untuk datang ambil kiriman dari Heineken?
Saya pun mencari rekan Kompasianer yang rumahnya dekat jalan Palmeran. Akan tetapi, tiada satu pun yang dekat.
Saya memutuskan untuk minta bantuan kepada mas Aziz (sekuriti Kompas) untuk mengambil paket dari Heineken. Akan tetapi, mas Aziz mengatakan bahwa karyawan Kompas selama masa ini tidakl diizinkan untuk menerima kiriman dari luar. Alasan kesehatan lebih penting.
Saya pun menghubungi nomor driver yang dikasih oleh  Humas Heineken. Begitu pun salah satu petinggi Heineken untuk membatalkan kiriman tersebut.
Mereka sangat menghargai tawaran saya. Saya pun memberikan alamat kontrakan saya di Jakarta Barat untuk kembali dikirim paket Heineken hari Senin.
Poin apa saja yang sekiranya kita pelajari dari kisah ini
Pertama: Saya secara subjektif mengatakan bahwasannya Kompasiana Care kurang tanggap terhadap pihak lain yang ingin membangun kerja sama.
Kedua: Banyak donatur ingin memperhatikan Kompasianer melalui tulisan-tulisannya. Akan tetapi, kita pun terkadang membangun benteng pertahanan diri demi keselamatan akun dan apa pun. Akibatnya, donatur hanya numpang lewat. Ibarat bahasa Jawa "Urip numpang ngombe."
Ketiga: Komunikasi sangat penting antara Kompasianer dan Kompasiana Care.