Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Bagaimana Saya Harus Membangun Personal Branding?

11 Juni 2021   07:16 Diperbarui: 11 Juni 2021   07:42 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di atas bebatuan ini, saya terlempar dari diriku. Karena saya tidak tahu harus melangkah ke mana?

Banyak rekan saya bangga dengan cara mereka membangun personal brandingnya. Lah, saya tidak tahu harus membangun personal branding yang baik dan benar itu yang seperti apa.

Krisis Identitas

Saat ini saya berusia 25 tahun. Ketika saya membaca kembali ratusan artikel seputar krisis identitas dari rekan Kompasianer beberapa episode yang lalu, saya pun merasa ketakutan.

Ketika saya berada dalam rasa ketakutan, saya mulai bertanya," Apakah saya sedang memasuki fase krisis identitas?"

Entahlah! Sejauh ini, saya masih merasa bingung dengan diri saya, terutama saya harus membangun personal branding yang berorientasi ke arah mana?

Segala sesuatu yang berada di depan saya rasanya semakin gelap. Kegelapan itu memicu sejumlah masalah baru dalam keseharianku.

Terkadang dalam keadaaan diam membisu, saya ingin berontak. Namun, saya tidak bisa melakukan apa-apa. Penyebab dari ketakutan saya adalah "hidup saya belum sepenuhnya berarti bagi diri sendiri, sesama, orangtua dan lingkungan di mana saya berpijak."

Mengapa saya harus membangun personal branding?


Ketika saya berhadapan dengan model pertanyaan seperti ini, tentu saya merasa bingung untuk menjawab dengan jujur.

Jika saya mengambil jalan pintas, tentu saya akan menjawab ala kadarnya. Yang terpenting bunyi dan memberikan jawaban kepada orang yang menyodorkan pertanyaan tersebut.

Namun, setelah saya menimbang-nimbang, untuk apa juga saya harus membohongi diri sendiri? Toh, personal branding terlihat keren dan menarik di dalam CV dan portofolio saya. Namun, saya pun tidak pernah lepas dari persoalan hidup yang kian pelik.

"Kedalaman laut bisa diukur dengan ilmu fisika. Tapi, seseorang tidak bisa mengetahui seberapa luka dan derita sesamanya. Meskipun seorang ahli psikologi maupun psikiater tersohor di negeri ini."

Berapa lama saya harus membangun personal branding?


"Untuk mahir di salah satu bidang tertentu, seorang wartawan membutuhkan 7 tahun lamanya untuk dipercayakan mengisi rubrik tertentu." Pepih Nugraha.

Ajaran ini, saya dapatkan dari Kang Pepih Nugraha, sewaktu saya masih menjadi siswa di ARKADEMI.

Saya pun tidak bisa pastikan berapa lama saya harus membangun personal branding. Seteliti dan sehebat apa pun kalkulasi matematis yang saya rancang, belum tentu saya menemukan jawaban yang pasti.

Karena kehidupan adalah sesuatu yang absurd (gamblang, tak jelas) untuk dicari.  Saya menginginkan kebahagiaan, justru yang saya dapatkan adalah penderitaan. Sebaliknya, saya tidak mengingingkan sesuatu, tanpa sadar saya mendapatkan sesuatu yang sama sekali berada di luar kendaliku.

Teka-teki kehidupan

Saya melihat kehidupan bak permainan teka-teki silang yang tak jelas tujuan akhir yang pasti. Karena yang pasti itu hanya ada 3 hal dalam kehidupan manusia yakni; Kelahiran, pilihan dan kematian.

Pramoedya Ananta Toer mengatakan;"Di antara kelahiran dan kematian ada "pilihan."


Jika saya memilih jadi pecundang, saya pun pasti menjadi pecundang kelas kakap. Seperti rekan-rekan yang selalu menebar pesona di depan layar televisi setiap hari. Sebaliknya, jika saya memilih jadi manusia sederhana, hidup saya akan terus memancarkan kesederhanaan dalam setiap kesempatan.

Di balik pilihan itu ada konsekuensi. Saya dan diriku yang lain (Liyan) pasti selalu berusaha untuk menghindari konsekuensi dari setiap pilihan yang kita ambil. Karena setiap pilihan selalu menghadirkan atraksi penderitaan psikis dan fisik.

Bagaimana perasaaan saya ketika belum menemukan personal branding yang tepat?


Saya merasa biasa-biasa saja. Justru saya selalu berusaha untuk menjadikan kehidupanku bermakna bagi diri sendiri, sesama, lingkungan dan alam ciptakaan di mana kaki mungil ini berpijak. Terutama semangat "Justice, Peace, Integrity of Creation (JPIC)."

Pelangi itu indah. Manusia itu unik. Keindahan dan keunikan akan menjadi sesuatu yang bernilai, jika sobatku meninggalkan jejak komentar yang mengarahkan saya untuk membangun personal branding yang baik dan benar itu yang seperti apa.

Terima kasih sobatku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun