Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Dawan (U'ab Meto) sebagai Ikatan Emosional Timor Barat dan Timor Leste

5 Juni 2021   15:24 Diperbarui: 5 Juni 2021   16:19 1575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski kita berbeda bangsa tapi kita menjadi satu dalam ikatan emosional. Ikatan emosional warga NTT, khususnya pulau Timor bagian barat dengan Timor Leste disatukan dalam bahasa Dawan dan Tetun.

Ketika sore menjemput cakrawala menuju tempat pembaringannya, kita selalu bersentuhan dengan sesama kita yang berasal dari Timor Leste. Bukan hanya itu saja, ada yang setiap 2-3 hari bersafari di pasar kota Kefamenanu dan Atambua untuk membeli kebutuhan pokok.

Interaksi sosial yang kita bangun bersama mereka yang berasal dari Timor Leste setiap bersua di pasar adalah kita selalu menggunakan bahasa daerah.

Apakah kamu bangga? Jika, ya. Saya pun bangga ketika penduduk dua negara yang saling berinteraksi sosial di pasar perbatasan dengan menggunakan bahasa daerah yakni Dawan dan Tetun.

Bahasa Dawan dan Tetun adalah dua bahasa yang paling digunakan dan terbesar di pulau Timor. Secara geografis kita memang dibatasi oleh kawat berduri di pojok perbatasan negeri. Namun, secara emosional kita memiliki adat-istiada yang sama.

Ikatan emosional ini turut memberikan andil bagi kita untuk mencintai bahasa daerah kita. Meskipun bahasa nasional Timor Leste adalah bahasa Portugal, bukan berarti mereka melupakan bahasa Dawan dan Tetun.

Secara formal mereka menggunakan bahasa Portugal maupun Tetun Porto. Namun, secara interaksi keseharian di antara mereka, bahasa Dawan dan Tetun adalah pilihan yang tepat.

Bahkan setiap sore sebagai anak perbatasan, terkadang kita mendengar percakapan mereka yang dengan bahasa Dawan dan Tetun di balik kawat berduri perbatasan. Sembari kita melambaikan tangan dan menyapa mereka. Begitu pun mereka membalas kita dengan kedua bahasa itu.

Setahun yang lalu, saya berkesempatan untuk menjelajahi negeri Timor Leste yang sangat indah. Di atas ketinggian, sejauh mata memandang, ada hamparan air laut yang jernih semakin menggoda diriku untuk segera berenang dan menikmati kesempatan tersebut.

Selama saya berada di negeri Timor Leste, bahasa yang saya gunakan bersama mereka adalah bahasa Dawan. Sesekali bahasa Portugal yang membuat saya kebingungan. Gegara sewaktu SMA mata pelajaran bahasa Portugal saya selalu bolos. Akibatnya, penyesalan tiada guna, ketika saya sudah berada di tengah realitas.

Bahasa Dawan sebagai pusat penguatan emosional

Entah sampai kapan pun kita selalu memiliki kesamaan dalam adat-istiadat. Karena kita berasal dari satu leluhur. Akan tetapi, kita dipisahkan dengan jalur ideologi.

Perpisahan itu adalah hal lumrah dan wajar dalam kehidupan. Yang terpenting komunikasi dengan sesama kita yang berada di balik kawat berduri pojok perbatasan tetap berlanjut.

Nah, sebagai antisipasi, kita harus menjadikan bahasa Dawan sebagai benteng penguatan untuk tetap merawat relasi kita dengan sesama yang berada di negeri Timor Leste.

Cara yang paling mudah kita lakukan adalah menambahkan mata pelajaran bahasa Dawan ke dalam bidang pendidikan Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), NTT.

Belajar dari didikan Seminari SVD (Societas Verbi Divine: Kongregasi Serikat Sabda Allah)

Ketika saya masih berstatus sebagai Seminaris (Frater SVD), selama dua tahun kami digembleng untuk belajar bahasa dan budaya Jawa.

Durasi 2 tahun itu telah memberikan kekayaan intelektual bagi kami seminaris. Tentu ini adalah bagian dari budaya adaptasi di mana kita berada.

Saya rasa Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara bisa mengadopsi gaya pendidikan Seminaris untuk diterapkan di Pulau Timor, khususnya di Kefamenanu.

Mengapa hal baik kita tidak bisa meniru? Toh, ini juga sebagai upaya kita dalam melestarikan bahasa Dawan yang sudah memasuki penyakit kronis di kalangan mahasiswa.

Di ujung senja ini, alam semesta dan samudera  pulau Timor pasti mendengarkan rintihan bahasa Dawan yang sudah semakin sakit di negeri Timor sendiri. Mari, kita merawat dan melestarikan bahasa Dawan sebagai warisan budaya dan ikatan emosional dengan sesama kiat yang berada di negeri Timor Leste. Selain kita menguatkan bahasa Daerah, kita pun harus berani mempelajari bahasa asing demi kelancaran interaksi di mana pun. Yang terpenting adanya keseimbangan.

Salam
Timor,5/6/2021
Frederikus Suni
Generasi perbatasan RI-Timor Leste

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun