Setiap tikungan pasti menyimpan spot menarik untuk dipotret. Beragam gaya ikut menari bersama alam terbuka maupun ruang tertutup.
Barisan mantan ikut menyelinap bersama tangga nada kehidupan. Berjuta-juta warna pelangi ikut meramaikan kenangan manis itu
Di kala mentari kembali membuka mata, kita terperanjak menuju kamar mandi untuk sekadar melepaskan beban yang ada di dalam diri kita alis buang hajat.
Hiks, lebay! Candamu ngak lucu. Kamu berceloteh dengan seseorang yang tak dikenal. Sejak kamu berkenalan dengannya, perhatianmu mulai berkurang kepada diriku.
Cemburu. Itulah kata sifat yang ikut memenjarakan moodku. Kamu tersenyum. Hatiku makin tersiksa. Nona, apa kamu tahu tentang perasaan ini?
Saya bertanya, lalu saya menjawab sendiri pertanyaanku. Gila! Ya, saya sudah gila, nona. Gegara setiap tikungan diselipin dengan kenangan.
Daun-daun ikut menyapa diriku yang masih lunglai di bawah pohon kerinduan. Saya terkesima akan keindahan semesta. Rasa penasaran pun mulai berlarian melintasi padang sabana di tanah Timor manise.
Wangi-wangian kayu  Cendana sesekali memberikan aroma yang menciderai batang hidungku. Nona Timor, bolehkah saya bertanya? Tentu saja boleh. Jawabmu  bernada kurang tulus. Saya pun membungkus rasa penasaranku di dalam kantong celanaku.
Ah, yang benar saja, kaka nyong? Ketika kamu respek dengan diriku, rasanya pegunungan dan sungai ikut menari bersama diriku.
Perpaduan alam pegunungan, sungai, padang sabana, hamparan laut biru yang membentang bermil-mil jauhnya dari depan rumahku, turut memberikan kepuasan batin.
Nona Timor, tolong potret diriku. Pintaku. Mama ee, sa baru rasa senang, ko pu paitua datang bikin darah naik sa (Logat Timor yang berrati saya baru merasakan kesenangan, tiba-tiba pacar kamu datang ikut menaikan tensi darahku).
Saya kembali memincingkan pandangan mataku menuju deretan pegunungan yang berhiaskan pesona alam tiada taranya negeri Timor. Alih-alih melupakan kekecewaan yang telah kau tusuk dalam kalbuku.
Sepanjang garis pantai pasir putih, ada batu karang yang menjulang tinggi rumahku. Saya ingin bercerita di tepian pantai itu bersama batu karang. Namun, lirikan matamu tak pernah lepas dari diriku. Seolah-olah ada yang aneh dengan diriku, nona.
Nona, saya bukan mati rasa. Hanya saja, masih ada ruang tersisa untuk melihatmu tersenyum. Melihatmu tersenyum saja, saya sudah merasa tenang dan bahagia. Walau pancaran mataku tak bisa membohongan pantai pasir putih depan rumahku.
Mengingatmu adalah derita terdahsyat dalam diriku. Bagaimanapun juga, kamu pernah berakrobat di salah satu sudut hatiku.
Mungkin kamu masih ingat waktu kita berlarian sepanjang hari di pantai Wini? Jika kamu masih ingat, izinkan saya untuk memotretnya. Ah, rasanya pedal pikiranku tak bisa dipaksa lagi. Mengingat ada waktu yang selalu membatasi gerak pikiran ini. Untuk itu, tiada yang spesial di hari ulangtahunmu, selain lantunan doa yang selalu mengiringi kepergianmu di alam baka.
Jika esok dan lusa kamu menyempatkan diri untuk mendengar lagu ciptakanku sendiri, jangan tangisi aku. Lagu "Nona Semua Tinggal Kenangan." Itulah judul lagu yang sementara diriku garap sebagai representasi/perwakilan dari rasa rinduku kepadamu yang kini terlelap di alam baka.
Timor, 2/6/2021
Frederikus Suni
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H