Cukup! Sekali ini kau menjebakku!
Terhempaslah tubuh mungil ini di atas rerumputan
Seketika mesin rasa ikut berhenti
Lebay! Itulah kata sifat yang kau lemparkan ke jantungku
Sakit, ya dada ini seolah-olah tak ada penghuninya.
Apakah aku mati rasa?
Tidak! Jawabanmu terkesan tak berkompromi dengan irama rasa.
Aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan
Sembari diriku mengikuti tangga nada Ge Mu Fa Mi Re
Apa itu tangga nada Ge Mu Fa Mi Re?
Tanyamu bak seorang filsuf yang makin berkejaran dengan logikanya
Aku mencoba untuk mengulur waktu
Biar kau makin penasaran
Ragaku memang bersamamu
Tapi kalbuku sedang berkeliaran dengan filsuf Martin Heidengger
Wajahmu mulai memerah, sesekali melemparkan senyum tak tulus
Antara aku dan dirimu saling mendiamkan
Masing-masing berkejaran dengan logikanya
Pecahlah kesunyian itu dengan jawabanku
Jika badai salju turun membasahi bumi
Di situlah saat yang tepat untuk berfilsafat
Gila kau!
Lagi-lagi kau menamakn diriku gila.
Jangan mempermainkan perasaanku!
Bodo amat!
Cukup lama diriku dan dirimu bermain dalam logika
Matamu mulai berkaca-kaca
Aku pun tak tahu apa yang sedang kau pikirkan
Yang jelas kau masih penasaran dengan Ge Mu Fa Mi Re
Hm,,,,, nafasmu mulai memburu mengikuti irama nada penyanyinya
Aku tersenyum bahagia
Gegara kau sudah tahu jawabannya
Syukurlah, badai pasti berlalu
Jika candaanku membuatmu nyaman
Izinkan aku untuk menjagamu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Kau pun tersenyum sumringah
Begitupun dengan diriku
Terciplah elaborasi rasa dan logika