Jatuh dari pohon, terluka karena kena timbunan kayu, dan cidera lainnya sudah menjadi hal biasa dari bagian hidup kami. Yang terpenting kami tidak ingin disakiti oleh siapapun. Karena hati dipakai untuk menajamkan spirit kemanusiaan. Bukan sebaliknya menjadikan hati sebagai pelampiasan psikologis bagi mereka yang terpinggirkan.
Kami tahu bahwasanya kami adalah masayarakat marginal yang jauh dari kehidupan kota yang penuh dengan kelap-kelip dan budaya hedonismenya. Namun, hati kami akan selalu bertautan erat dengan panaroma hutan, batu karang, pegunungan, padang sabana demi menikmati udara segar, meluapkan rasa kekesalan di rumah serta menjadikan alam sebagai sahabat kami.
Generasi Milenial
Mirisnya, generasi sekarang, meskipun hidup di perkampungan, cara hidupnya sudah dipolarisasi untuk mengikuti alur atau koridor kehidupan kota. Kita tidak bisa mengelak lagi akan perkembangan dunia yang semakin maju ini.
Bahkan hari ini, ketika kita mengunjungi perkampungan, kita tak perlu capai-capai untuk pergi ke hutan untuk mencari kayu api. Mau masak tinggal colok rice cooker, nyalakan kompor, sembari menonton acara Televisi untuk memuaskan naluri kebutuhan sekunder kita.
Anak-anak kampung sekarang sudah dimanjakan untuk mengikuti gaya hidup kota. Di sisi lain, kami sebagai generasi 90-an ikut bangga akan perkembangan kampung halaman. Sementara di sisi lain, rasanya pingin kembali mengulangi konvoi di tengah hutan untuk mencari kayu api.
Satu per satu generasi 90-an pergi meninggalkan kampung halamannya. Migrasi besar-besaran dari desa ke kota. Akibatnya, terjadilan ledakan penduduk di perkotaan.
Jika sudah seperti itu, kita cenderung untuk menyalahkan pemerintah setempat. Gegara tidak memberikan fasilitas perumahan yang tertata rapi, indah dan asri, bila dipandang oleh mata.
Sobatku, wahai generasi 90-an yang berasal dari kampung, apakah kalian rindu untuk mengulangi kisah petualangan di hutan belantara? Jika ya, saya pun merasakan hal demikian.
Untuk itu, apa pun kehidupan yang kita nikmatin dan jalani saat ini, jangan sekali-kali melupakan sejarah hidup kita. Ir. Soekarno: Jas Merah; jangan sekali-kali melupakan sejarah."
Terimakah kasih untukmu sobat yang masih bertahan untuk membaca kisah sederhana dari generasi 90-an dalam mencari kayu api di hutan. Sebagai epilog, saya ingin mengatakan satu hal yakni berlarilah sekencang kuda liar dan raihkan masa depanmu bersama balutan sejarah hidupmu.