Kita dilahirkan untuk risau tentang banyak hal. Salah satu hal yang menjadi tren generasi milenial zaman digital adalah jomblo.
Jomblo bukan berarti tidak laku. Akan tetapi, gaya hidup ini sudah mulai merasuki generasi milenial di kota-kota metropolitan.
Alasan jomblo adalah kebebasan dalam segala hal. Mau ke sana atau ke sini tak ada yang melarang. Selain itu, tidak ada intel ataupun polisi rahasia yang selalu memata-matai pasangannya di mana pun.
Hari ini, ketika kita bertanya kepada seorang gadis metropolitan tentang jomblo, dengan spontan mereka akan menjawab ogah. Mendingan jomblo daripada punya pasangan.
Beberapa hari belakangan ini, saya mengadakan riset amatiran tentang jomblo di antara sahabat, rekan dan kenalan yang berjenis kelamin perempuan.
Dari sekian banyak jawaban, saya berhasil memetakan satu persamaan yakni mereka enggan punya pacar.
Sebagai manusia, tentunya kita membutuhkan orang lain, dalam hal ini pasangan untuk saling melengkapi. Akan tetapi, jika memiliki pacar di kota metropolitan ibarat kita memikul beban di pundak.
Belum tuntutan kerja, tuntutan dari pasangan untuk mengerti dan memahami keadaannya dalam aspek apa pun. Kondisi ini memberikan kekacauan pikiran. Akibatnya banyak pasangan yang memilih untuk mengakhiri hubungan. Entah melalui jalur ghosting, penghianatan, masa bodoh dan sesuatu yang memaksa pasangan untuk semakin menjauh dari hadapan kita.
Ada juga yang memilih untuk menjalani LDR-an. Karena dianggap sebagai hal yang paling efektif.
Dari masalah demikian, saya semakin yakin dan percaya bahwasannya ke depan generasi muda kita akan mengikuti gaya hidup negara-negara maju yang memilih untuk tidak memiliki pasangan.