Makna kehidupan hanya bisa ditemui dalam musik. Musik ibarat tempat pelarian sementara manusia dari kenyataan hidup (Friedrich Nietzsche).
Perpaduan ritme, melodi dan harmoni melahirkan keteduhan sesaat. Musik adalah bagian dari seni berfilsafat. Emosi saja tak bisa mengungkapankan perasaan manusia. Tetapi melalui sentuhan instrumen yang terkandung dalam setiap bidikan notasi angka, melahirkan cita rasa yang nyaman, teduh dalam melakoni kehidupan.
Sebagai non-Muslim, tentunya topik pilihan samber Kompasiana hari ini sangat berat bagi saya. Karena saya juga tidak familiar dengan instrumen religi Muslim. Namun darah seni semakin membuncah untuk menanggit tantangan ini.
Berkaca dari filsuf berkebangsaan Jerman, Arthur Schopenhauer, Musik sebagai jalan keluar manusia dari penderitaan. Karena kehidupan manusia hanya melalui dua jalan yakni, seni (estetis) dan etis (perbuatan baik).
Antara pandangan filsuf Friedrich Nietzsche dan Arthur Schopenhauer, saya menarik kesimpulan sementara tentang arti musik yakni seni untuk melepaskan beban di tengah Pandemi yang tak jelas arahnya.
Lebih tepatnya, di bulan Ramadan ini, banyak orang yang tidak mudik. Gegara Pandemi. Di tengah beban psikologis ini, musik adalah pilihan tepat untuk melepaskan hormon-hormon pemicu stres, depresi dan tekanan hidup.
Musik itu bersifat universal. Universal artinya setiap orang bisa menikmati irama musik. Musik adalah bagian dari perbuatan baik manusia. Perbuatan baik (etis) melahirkan nilai estetis.
Antara nilai etis dan estetis membawa persatuan dalam kehidupan beragama. Korelasi atau hubungan ini memberikan arti atau makna kehidupan dalam bulan Ramadan.
Meskipun umat Muslim merayakan bulan suci ini di tengah situasi dan bangsa yang kurang kondusif, tapi seenggaknya melalui pesan seni yang terkandung dalam musik bisa menyampaikan perasaan, kerinduan kepada orangtua, kerabat, sahabat dan kenalan di mana saja.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!