Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kegagalan Berawal Dari Kebiasaan Membandingkan Diri dengan Orang Lain

21 April 2021   20:53 Diperbarui: 21 April 2021   21:19 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegagalan berawal dari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain. Foto dari Intisari.grid.id

Setiap orang diberikan keunikan dan bakat yang berbeda. Tetapi kita memilik satu kesamaan yakni pencarian.

Ribuan jalan pernah kita telusuri hanya untuk menghubungkan titik kesuksesan. Semakin kita mengejar titik kesuksesan, rasanya kita terjebak di tempat. Lebih sadisnya, bila kita melihat kehidupan orang lain nyaman-nyaman saja.

Bila saya ditanya, kegagalan menurut versi kamu apa? Bagi saya kegagalan adalah ketika saya sulit untuk mengaplikasikan atau menerapkan ilmu yang saya pelajari di dalam dunia akademis. Percuma dong bila saya capai-capai mengejar ilmu selama bertahun-tahun, lalu saya tidak bisa memberikan manfaat di dalam lingkungan saya.


Selain itu, kegagalan terbesar saya adalah ketika saya terus membandingkan kehidupan saya dengan orang lain. Semakin saya mengakui keunggulan seseorang, di situlah saya ketakutan untuk keluar dari zona nyaman saya. Akibatnya, orang lain terus melangkah dari tangga yang satu menuju selanjutnya. Sementara saya sulit untuk bergerak.

Kegagalan berawal dari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain.Foto dari Alodokter.com
Kegagalan berawal dari kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain.Foto dari Alodokter.com
Sedangkan titik kegagalan bagi saya yang masuk kategori proses adalah melakukan percobaan untuk meningkatkan kualitas diri. Misalnya, saya terus melatih diri tiap hari untuk menjadi penulis yang baik.

Proses terus bang, kapan ada hasilnya? Wah, pertanyaan menohok, menukik, pedas dari sepupuku. Bila setiap kali saya mengucapkan proses.

Berikut adalah cara sederhana bagi saya untuk menanggulangi kegagalan.

1. Sugesti
Apa itu sugesti? Sugesti adalah cara atau pendekatan psikologis yang tepat dan efektif untuk menyakinkan diri bahwasannya, segala sesuatu akan baik-baik saja.

Meskipun sinar bola mata saya terus berurai air mata, tapi hati selalu memiliki keyakinan untuk menjadi yang terbaik dalam kehidupan.

2. Mengevaluasi diri
Di setiap awal tahun saya sudah membuat catatan atau planing (rencana) apa saja yang akan saya lakoni selama satu tahun. Dalam satu tahun saya bagi menjadi 2 yakni triwulan pertama dan kedua.

Setiap 6 bulan saya akan mengevalusia kinerja apa saja yang sudah saya capai. Dan apa saja yang belum saya eksekusi. Tujuan saya mengevalusi diri adalah meningkatkan diri serta bisa mengerjakan target yang sudah masuk dalam draf saya.

3. Membaca buku
Kegiatan membaca buku bagi saya adalah hal mutlak. Bahkan dalam sehari saya bisa menghabiskan 5-6 jam untuk membaca buku. Karena bagi saya, membaca adalah solusi efektif untuk bisa keluar dari permasalahan yang saya hadapi.

Bacaan favorit saya adalah seputar buku self improvement atau yang berkaitan dengan motivasi. Psikologi, biografi dan novel inspiratif serta filsafat. Secuil harapan dan motivasi kembali tumbuh, tatkala saya diperkaya dengan dramatisasi tokoh untuk keluar dan menjadi pahlawan di zamannya.

4. Mendengarkan musik
Denting piano dan suara merdu dari sang penyanyi mampu memberikan cita rasa yang renyah, nikmat dan menyenangkan. Hati menjadi damai dan tenang.

Hati yang tenang adalah sumber dari bejibun keberanian untuk kembali memperbaiki diri. Bersenandung di balik merdunya sang penyanyi, keberanian pun terkumpul untuk kembali membangun benteng pertahanan yang sudah hancur berkeping-keping.

5. Meditasi
Meditasi adalah gerbang menuju ketenangan hati dan pikiran. Dalam kondisi apapun, saya selalu menyisihkan waktu untuk merenungi diri sendiri.

Merenungi diri sendiri bukan berarti sedih. Tapi proses untuk menuju relaksasi dalam nadi meditasi. Apalagi meditasi di tengah alam terbuka, pori-pori kulit terasa nyaman dan menggebu-gebu untuk terus menikmati setiap sensasi rasa.

Dari meditasi saya merefleksikan diri untuk bisa menyelaraskan cara berpikir dan tindakan dalam kehidupan nyata.

Sobat, ini versi kegagalan dan cara untuk mengatasinya dari saya. Apapun cara yang kita lakukan untuk keluar dari permasalahan kita, itulah keunikan yang kita miliki. Jadilah pribadi yang elegan, reflektif, terkadang kritis dalam memaknai kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun